tirto.id - Sudan berada dalam konflik setelah pihak militer melakukan kudeta beberapa waktu lalu. Pada hari Senin, pemimpin kudeta Jenderal Abdel Fattah Burhan membubarkan warga sipil, menangkap para pemimpin politik dan menyerukan keadaan darurat.
BBCmelaporkan, tentara sempat melepaskan tembakan ke arah massa yang berunjuk rasa sehingga mengakibatkan 10 orang tewas dalam insiden itu. Tapi bukannya semakin tunduk, rakyat justru semakin membangkang.
Para pengunjuk rasa tetap berada di jalan-jalan, melantunkan lagu, mengibarkan bendera bahkan memblokir jalan-jalan di ibu kota Khartoum dan di seluruh negeri.
Reuters melaporkan, Jenderal Burhan sudah memberikan alasan mengapa mereka melakukan kudeta di negara itu, terlebih untuk menghindari "perang saudara" dan perdana menteri yang sempat ditangkap sudah dikembalikan ke rumahnya pada Selasa lalu.
Ia berusaha membenarkan kudeta itu dengan menyalahkan konflik politik, tetapi sikap itu justru ditentang dan mendapat kecaman global.
Dikutip dari France24, Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok sempat ditahan ketika tentara merebut kekuasaan, tetapi dia sudah kembali ke rumahnya. Pembebasan Hamdok dan istrinya dilakukan setelah muncul kecaman internasional atas kudeta.
Jenderal Burhan mengatakan bahwa Hamdok ditahan demi keselamatannya sendiri dan akan dibebaskan, tetapi dia memperingatkan bahwa anggota lain dari pemerintah yang sudah ia bubarkan bisa diadili ketika protes terhadap kudeta berlanjut di jalan-jalan.
Kondisi Sudan Terkini
Masih menurut BBC, pasukan keamanan pergi dari rumah ke rumah, terutama di ibu kota Khartoum untuk menangkap mereka yang melakukan protes. Bandara kota ditutup dan penerbangan internasional ditangguhkan. Internet dan sebagian besar jaringan telepon juga mati.
Staf Bank Sentral mogok, seluruh dokter menolak bekerja di rumah sakit yang dikelola militer kecuali dalam keadaan darurat.
Kepada kantor berita AFP, seorang demonstran bernama Sawsan Bashir mengatakan: "Kami tidak akan meninggalkan jalan-jalan sampai pemerintah sipil kembali dan transisi kembali."
Sedangkan pengunjuk rasa lainnya, Haitham Mohamed mengatakan: "Kami siap memberikan hidup kami untuk transisi demokrasi di Sudan."
"Ada ketegangan dan juga kekerasan karena orang-orang mencoba pergi ke markas tentara ... mereka disambut dengan tembakan," kata pembela hak asasi manusia Duaa Tariq kepada BBC.
Tariq mengatakan, ada ketakutan dan kebingungan di jalan-jalan, tetapi juga solidaritas di antara para pengunjuk rasa. Para pemimpin dunia telah bereaksi dengan waspada terhadap langkah militer tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan tindakan militer "adalah pengkhianatan terhadap revolusi damai Sudan". AS telah menghentikan bantuan 700 juta dolar AS.
Editor: Iswara N Raditya