tirto.id - Akuisisi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51,23 persen melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dinilai sebagai langkah terbaik dari sejumlah opsi yang ada. Namun, euforia pemerintah usai menguasai mayoritas saham perusahaan asal Amerika itu dinilai terlalu berlebihan.
Hal itu diungkapkan Staf Khusus Menteri ESDM periode 2014-2016 Muhammad Said Didu, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018). Ia menilai tak ada yang istimewa dari akuisisi 51,23 persen saham Freeport yang dilakukan pemerintah Jokowi.
Namun demikian, Said Didu menilai upaya pemerintah untuk memiliki saham mayoritas Freeport menjadi pilihan terbaik. Ia juga berharap Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) definitif yang diberikan bisa terkelola dengan baik sehingga bisa memberikan keuntungan bagi negara ke depannya.
“Menurut saya, ini langkah terbaik dari pilihan yang banyak yang memang ribet,” kata Said Didu.
Hanya saja, Said Didu mengingatkan agar pengelolaan Freeport dijauhkan dari kepentingan-kepentingan politik yang kerap memanfaatkan perusahaan tambang emas itu untuk meraup keuntungan pribadi.
Menurut Said Didu, investasi besar yang diguyurkan dalam pengambilalihan saham mayoritas Freeport ini perlu bersih dari mafia.
“Bisnis ini sangat besar dan risiko tinggi, saya berharap jangan lagi ada benalu-benalu atau pihak-pihak yang mau menumpang hidup di Freeport,” kata Said Didu menegaskan.
Dikritik Kubu Prabowo, Didramatisir Tim Jokowi
Akuisisi 51,23 persen saham Freeport Indonesia telah rampung setelah negosiasi alot berbulan-bulan, pada 21 Desember 2018. Inalum secara resmi menguasai mayoritas saham perusahaan tambang asal Amerika itu.
Kepemilikan 51,23 persen saham tersebut nantinya akan terbagi dengan komposisi 41,23 persen untuk Inalum dan 10 persen lainnya untuk Pemda Papua. Sementara saham Pemda Papua akan dikelola perusahaan khusus, yaitu PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM).
Meski kesepakatan disambut suka cita oleh pemerintah dan para pendukungnya, namun kubu opisisi justru mengkritiknya dan menganggapnya politis. Apalagi pelunasannya diumumkan dilakukan Jokowi menjelang gelaran Pilpres 2019.
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ahmad Riza Patria menganggap Jokowi sebagai presiden saat ini tak usah repot mengurus akuisisi saham Freeport.
Menurutnya, presiden terpilih pada Pilpres 2019 yang lebih berhak mengurus masalah ini.
“Ya jelas sekali ada kepentingan politik di sini,” kata Riza saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu lalu.
Politikus Gerindra ini menilai Jokowi telah melakukan pencitraan yang luar biasa. Ia juga menganggap Jokowi telah melakukan pembohongan publik.
Pembohongan ini, kata Riza, terkait dengan pendanaan untuk melakukan akuisisi dengan menggunakan model penerbitan obligasi global (global bond) dengan nilai yang sangat besar.
Menurut Riza, model seperti ini sama saja dengan berutang kepada pihak asing.
“Jadi kami ini dibodohin saja soal Freeport. Harusnya, dibayar oleh uang negara, uang kita sendiri,” kata anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra ini.
Dalam konteks ini, Inalum memang menerbitkan obligasi internasional untuk membiayai akuisisi Freeport. Obligasi tersebut ditawarkan ke beberapa negara, seperti Amerika, Hongkong, dan Singapura.
Riza menilai seharusnya pemerintah bisa melakukan pendanaan menggunakan APBN atau dengan dana penyertaan modal negara (PMN) yang dimiliki BUMN. Cara lainnya, kata Riza, pemerintah bisa memobilisasi seluruh rakyat Indonesia untuk membeli saham Freeport Indonesia.
“Saya kira luar biasa ini. Seluruh rakyat Papua yang kaya-kaya beli, rakyat yang di Jawa, Kalimantan, Sumatera beli semua,” kata Riza.
Sebaliknya, kubu Jokowi-Ma'ruf Amin tak terima dengan anggapan bahwa kebijakan akuisisi saham mayoritas Freeport Indonesia yang dilakukan pemerintah hanyalah pencitraan saja.
Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Irma Suryani Chaniago menilai anggapan itu sama saja tak punya rasa nasionalisme.
“Jangan karena lawan politik yang lakukan dan berhasil merebut aset bangsa, terus berkomentar tidak konstruktif,” kata Irma kepada reporter Tirto.
Politikus Partai Nasdem itu menyebut prosedur pembelian kembali saham mayoritas Freeport Indonesia telah lama dilakukan Jokowi dan jajarannya di Kabinet Kerja. Ia menolak dengan tegas jika upaya pembelian saham mayoritas dilakukan menjelang Pilpres 2019.
“Kalau kemudian baru bulan ini selesai, itu, kan, soal komunikasi, lobi dan kerja keras,” kata Irma.
“Sirik tanda tak mampu biasanya,” kata Irma menyindir.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz