tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana menerapkan sistem penghitungan dan rekapitulasi secara elektronik (e-Rekapitulasi) pada Pilkada serentak pada 2020. Namun, KPU masih akan mengkaji hal ini dari sisi hukum.
Mereka tak mau e-Rekapitulasi bernasib sama Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang dipermasalahkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Ada parpol yang tidak lolos, baru pada tahap pendaftarannya saja, kemudian menggugat ke Bawaslu dan Bawaslu mengeluarkan putusan atau rekomendasi yang di dalamnya malah menyoal posisi Sipol dalam proses pendaftaran parpol," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Pramono juga menjelaskan, sejauh ini kajiannya terhadap UU Pilkada memang ada beberapa pasal yang membuka ruang dilakukannya e-rekapitulasi. Di antaranya Pasal 98 ayat 3 UU Pilkada.
Beleid itu menyatakan, penghitungan suara yang dilakukan secara elektronik dilakukan secara manual dan/atau elektronik.
Lebih lanjut, pasal 111 ayat 1 UU Pilkada mengatakan perhitungan suara pemilihan secara manual dan atau melakukan sistem perhitungan suara secara elektronik diatur dengan peraturan KPU.
"Jadi di situ sudah dibuka ruangnya. Jadi mau perhitungan atau rekapitulasinya menggunakan manual atau elektronik diaturnya melalui peraturan KPU," ujar Pramono
Meski demikian, kata dia, KPU tak mau ambil risiko. Pekan depan, lanjut dia, KPU akan mengadakan Forum Group Discussion (FGD) dengan sejumlah pakar hukum membahas aspek hukum e-rekapitulasi.
Menurut dia, jika sudah tidak ada masalah dari aspek legal, baru KPU mulai membangun sistem. Setelah itu dilakukan uji coba dan audit oleh lembaga yang berwenang.
Baginya, audit diperlukan lantaran e-rekapitulasi akan menjadi bagian resmi dalam proses penghitungan suara. Berbeda dengan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang bukan bagian dari sistem perhitungan suara, sehingga tidak dilakukan audit sebelum penerapannya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali