tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan Johannes B. Kotjo untuk menjadi justice collaborator (JC) dalam perkara suap PLTU Riau-1. Penolakan terhadap keinginan Kotjo menjadi pelaku korupsi yang bekerja sama dengan penegak hukum tersebut disampaikan oleh Jaksa KPK Ronald Worotikan.
"Keterangan terdakwa [Kotjo] tidak membuka atau mengungkap perkara atau peranan pihak lain yang lebih besar," kata Jaksa Ronald dalam sidang pembacaan tuntutan untuk Kotjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (26/11/2018).
Kendati demikian, jaksa menganggap Kotjo telah bersikap koperatif selama menjalani penyidikan. Hal itu dijadikan sebagai pertimbangan jaksa dalam meringankan tuntutan terhadap Kotjo.
Jaksa KPK menuntut Kotjo dengan hukuman penjara selama 4 tahun. Jaksa menyebut Kotjo telah terbukti memberi suap kepada Eni Saragih dan Idrus Marham. Selain itu, jaksa KPK pun menuntut Kotjo dengan hukuman denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan melanggar Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa Ronald.
Jaksa mengatakan Kotjo telah memberikan suap sebesar Rp4,75 miliar kepada mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, dan mantan menteri sosial Idrus Marham.
Pemberian suap kepada dua politikus Golkar itu untuk mempercepat proses kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan PT Blackgold Natural Resources dan PT China Huadian Engineering.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom