Menuju konten utama

Direktur PT China Huadian Engineering Diperiksa di Kasus PLTU Riau

Di dalam dakwaan terhadap pengusaha Johannes Kotjo, disebutkan bahwa PT China Huadian diajak oleh Kotjo untuk menjadi investor dalam pembangunan PLTU Riau-1.

Direktur PT China Huadian Engineering Diperiksa di Kasus PLTU Riau
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. Tirto.id/Tf Subarkah.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan suap terkait kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Hari ini, Senin (26/11/2018) KPK memanggil Wang Kun, Direktur PT Huadian Engineering Indonesia.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IM [Idrus Marham], eks Sekjen Partai Golkar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (26/11/2018).

Di dalam dakwaan terhadap pengusaha Johannes Kotjo, disebutkan bahwa PT China Huadian diajak oleh Kotjo untuk menjadi investor dalam pembangunan PLTU Riau-1.

Pada hari ini KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap dua orang pejabat PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI). Mereka adalah Corporate Secretary PT PJBI Lusiana Ester, dan Direktur Keuangan PT PJBI Amir Faisal.

Selain itu, KPK juga memanggil seorang staf anggota DPR RI bernama Poppy Laras Sita, dan seorang sopir bernama Edy Rizal Luthan.

"Mereka pun diperiksa untuk tersangka IM [Idrus Marham]," ujar Febri.

Sementara PT PJBI merupakan anak perusahaan PT PLN Persero yang jadi bagian dari konsorsium untuk membangun PLTU Riau-1. Rencananya, PT PJBI akan mendapatkan saham 51% di PLTU Riau-1.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Juli 2018 lalu. Dalam operasi ini, KPK menciduk Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan Pemegang Saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B Kotjo.

Selain itu, KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga uang tersebut diberikan oleh Johannes sebagai bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Johannes sendiri diduga memberi uang tersebut agar perusahaannya bisa menggarap pembangunan PLTU Riau-1. Sementara peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Dalam perkembangannya, KPK juga telah menetapkan Menteri Sosial sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai tersangka di kasus ini. Idrus diduga menerima janji dari Johannes agar membantu memuluskan niat Johannes.

Johannes Kotjo telah disidangkan, dan kini sudah memasuki tahap tuntutan. Ia didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri