tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penanganan perkara izin tinggal Warga Negara Asing (WNA) di Kantor Imigrasi Mataram.
Setelah melakukan penggeledahan, Rabu (29/5/2019) lalu, penyidik langsung menggelar pemeriksaan Selama dua hari.
"Tim melanjutkan kegiatan penyidikan di sana dan melakukan pemeriksaan saksi dalam 2 hari ini di Polda NTB. Total saksi yang diperiksa 20 orang dari pegawai dan pejabat Imigrasi setempat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/5/2019).
Febri mengatakan, penyidik mendalami kronologis lebih rinci dalam perkara suap keimigrasian di Mataram serta melakukan verifikasi terhadap sejumlah informasi dan dokumen terkait dengan proses hukum dugaan pelanggaran izin tinggal 2 WNA yang ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kantor Imigrasi Mataram.
Sebelumnya, penyidik menggeledah sejumlah tempat setelah mengumumkan 3 tersangka dalam kasus suap di Imigrasi Mataram.
KPK menggeledah rumah para tersangka, Kantor Imigrasi Klas I Mataram, dan Kantor PT Wisata Bahagia.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK sementara baru menyita Dokumen terkait penyidik kasus 2 WNA dan dokumen terkait pengangkatan tersangka sebagai Kepala Kantor dan PPNS.
KPK menetapkan tiga orang pasca operasi tangkap tangan di NTB, Senin (28/5/2019) lalu. Ketiga tersangka adalah Kurniadie selaku Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram, Kepala Seksie Intelejen dan Penindakan kantor Imigrasi Klas 1 Mataram, Yusriansyah Fazrin, serta Direktur PT Wisata Bahagia, Liliana Hidayat.
Ketiganya resmi berstatus tersangka dalam perkara kasus suap pengurusan izin tinggal dua warga negara asing di kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB).
"KUR (Kurniadie) dan YRI (Yusriansyah Fazrin) ditetapkan sebagai tersangka penerima (suap)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, (28/5/2019).
Sementara itu, Liliana yang juga tercatat sebagai pengelola Wyndham Sundancer Lombok itu dijerat sebagai pemberi suap.
Liliana diduga memberikan komitmen fee hingga Rp1,2 miliar dalam rangka menghentikan penyidikan keimigrasian yang menyasar dua WNA, yakni BGW dan MK.
Sebelumnya, PPNS setempat menduga kedua WNA, yakni BGW dan MK melanggar pasal 122 huruf a UU No 6 tahun 2011 tentang keimigrasian. Sebab, kedua WNA menyalahgunakan visa turis, tetapi justru bekerja di Indonesia.
Kurniadie dan Yustiansyah disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Liliana dijerat menggunakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
Editor: Dhita Koesno