Menuju konten utama

KPK Panggil Direktur PT China Huadian dalam Kasus Suap PLTU Riau

KPK memanggil Direktur PT China Huadian Engineering Indonesia Wang Kun sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo. 

KPK Panggil Direktur PT China Huadian dalam Kasus Suap PLTU Riau
Direktur Pengembangan dan Niaga PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Henky Heru Basudewo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Senin (30/7/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pengadaan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Untuk mendalaminya, KPK pada Senin memanggil Direktur PT China Huadian Engineering Indonesia Wang Kun sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dalam penyidikan kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 "Untuk saksi Wang Kun, Direktur PT China Huadian Engineering Indonesia, KPK mengkonfirmasi pengetahuan saksi terkait dengan proses pengadaan proyek pembangunan PLTU Riau-1," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Selain Wang Kun, KPK pada Senin juga memanggil satu saksi lainnya untuk tersangka Johannes, yakni Manager Senior Pelaksana Pengadaan Independent Power Producer (IPP) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Mimin Insani.

"Untuk saksi Mimin Insani, Manager Senior Pelaksana Pengadaan IPP PLN, KPK mengkonfirmasi pengetahuan saksi terkait dengan penunjukkan langsung dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1," ucap Yuyuk. Selain Johannes, KPK juga telah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara