tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut buronan Kirana Kotama telah memiliki izin tinggal tetap atau permanent resident di negara lain. Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan hal ini menyulitkan penyidik untuk melakukan penangkapan.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, (Kirana Kotama) adanya di suatu negara di benua lain. Dia memiliki yang disebutnya itu permanent resident," ujar Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya, Senin (14/8/2023).
Meski begitu, KPK tak menyebutkan di negara mana Kirana Kotama mendapat izin tinggal tetap tersebut.
Asep menyebut status permanent resident di satu sisi memudahkan KPK untuk melacak keberadaan Kirana Kotama. Akan tetapi, KPK juga mengalami kesulitan dalam melakukan penangkapan karena Kirana Kotama mendapat perlindungan dari negara tersebut.
Kirana Kotama merupakan buronan KPK yang masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 15 Juni 2017. Ia diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi berupa memberi hadiah atau janji terkait penunjukan Ashanti Sales Inc sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan kapal SSV untuk Pemerintah Filipina pada 2014-2017 kepada Arif Cahyana selaku Kadiv Perbendaharaan PT PAL.
Dugaan tindak pidana korupsi tersebut dilakukan bersama-sama dengan M Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT PAL serta Saiful Anwar selaku Direktur Desain dan Teknologi merangkap Direktur Keuangan PT PAL.
Selain Kirana Kotama, KPK juga masih memiliki dua buronan lainnya, yaitu Harun Masiku selaku tersangka kasus suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Harun Masiku ditetapkan sebagai DPO sejak 17 Januari 2020.
Kedua adalah Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang telah menjadi DPO KPK sejak 19 Oktober 2021. Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Baru-baru ini, KPK juga menyebut adanya perubahan identitas milik Paulus Tannos. "Informasi yang kami peroleh demikian (Paulus Tannos ganti nama)," kata Ali Fikri dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis (10/8/2023).
Selain mengganti nama, KPK menyebut Paulus Tannos juga berpindah kewarganegaraan sehingga tidak dapat dipulangkan ke Indonesia.
"Yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia," kata Ali.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Gilang Ramadhan