tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif menerima uang Rp3,6 miliar dari Direktur PT Menara Agung Pustaka Donny Witono.
"Terdakwa yang merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni selaku Bupati Hulu Sungai Tengah yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam negeri nomor 131.63-269 tahun 2016 tanggal 9 februari 2016 tentang pengangkatan bupati hulu sungai tengah provinsi Kalimantan Selatan yang menerima hadiah yaitu menerima uang yang jumlah seluruhnya sebesar tiga miliar enam ratus juta rupiah dari Donny Witono," kata jaksa KPK Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Penerimaan suap berawal saat Latif menunjuk Ketua kadin Kabupaten Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani sebagai tangan kanan. Ia memerintahkan Fauzan untuk meminta fee proyek kepada para kontraktor yang ingin ikut lelang di Hulu Sungai Tengah. Ia mematok 10 persen untuk pekerjaan jalan, 7,5 persen untuk pekerjaan bangunan, dan pekerjaan lain sebesar 5 persen setelah dikurangi nilai pajak.
Saat itu, salah satu pengusaha, yakni Direktur PT Menara Agung Pustaka Donny Witono, ingin ikut lelang proyek pembangunan RSUD Damanhuri Barabai yang dibiayai APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Latif menolak permintaan langsung Donny, tetapi mengarahkan kepada Fauzan.
Donny pun menyampaikan kepada Fauzan agar bisa memenangkan proyek RSUD H Damanhuri. Fauzan menyanggupi dengan catatan Donny menyiapkan fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek kepada Latif.
Fauzan pun menyampaikan kepada Abdul Latif di rumah dinas Bupati Hulu Sungai Tengah. Latif pun sepakat dan meminta Fauzan menyampaikan permohonan Witono kepada ketua pokja pengadaan ruang perawatan RSUD Damanhuri. Fauzan diperintah Latif untuk mengondisikan lelang.
Usai pengondisian, PT Menara Agung Pustaka akhirnya diumumkan sebagai pemenang proyek. Pemenangan proyek dibuktikan dengan penandatangan kontrak antara Donny dengan pejabat pembuat komitmen Yushan, perusayaan Donny mendapat prouel sekitar Rp54 miliar dan setelah dipotong pajak sekitar Rp48 miliar.
Fauzan pun meminta tolong Direktut PT Sugriwa Agung Abdul Basit untuk menghitung fee proyek RSUD Damanhuri. Dalam penghitungan tersebut diketahui angka fee proyek mencapai Rp 3,6M. Fauzan pun meminta jaminan kepada Tonny untuk menyerahkan uang korupsi.
Donny pun menyerahkan dua lembar bilyet giro kepada Fauzan. Akhirnya pemberian uang komitmen fee dilakukan selama dua tahap yakni Rp 1,8 miliar setelah diterima uang muka dan sisanya setelah pekerjaan selesai akhir tahun.
Namun, pada saat pencairan, uang tersebut tidak bisa ditarik. Fauzan pun menghibungi Donny Witono untuk menarik uang di Cengkareng senilai Rp1,8 miliar untuk Abdul Latif sementara sekitar Rp20 juta untuk Fauzan. Selanjutnya, Donny menelpon Fauzan untuk menanyakan masalah denda keterlambatan pengerjaan pembangunan rumah sakit. Latif pun meminta kepada Donny untuk menyelesaikan proyek tersebut baru menyerahkan pemberian fee yang kedua.
Usai mendapatkan fee bagian pertama, Abdul pun memerintahkan Fauzan membagi fee kepada baguan rinas RSUD sebesar 0,5 persen dari pemberian kedua, 0,65 persen untuk pokja, 0,1 persen untuk kepala rumah sakit, 0,07 persen hntuk kepala bidang, dan 0,08 persen untuk PPTK.
Pada Januari 2018, Fauzan meminta fee kepada Donny untuk menyerahkan fee sisa sebesar Rp1,8 miliar. Donny mengaku akan menyerahkan uang tetapi meminta keringan denda keterlambatan kepada Fauzan. Setelah pembicaraan panjang tentang hal tersebut di kediaman Donny, sang pengusaha sepakat menyerahkan uang lewat Fauzan. Donny pun memberikan fee kepada Fauzan tambahan sebesar Rp25 juta dalam pengiriman kedua.
Latif pun menanyakan kepada Fauzan tentang penerimaan fee sisa. Fauzan mengatakan fee tersebut sudah diterima. Latif pun meminta Fauzan untuk memasukkan uang ke rekening koran tas nama PT Sugriwa agung di BPD Kalimantan Selatan. Menindaklanjuti permintaan Latif, Fauzan menemui Abdul Basit dan berencana memasukkan uang tersebut ke tekening PT Sugriwa Agung sebesar Rp 1,8 miliar.
Atas perbuatan tersebut, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dan pasal 64 ayat 1 KUHPIdana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yantina Debora