Menuju konten utama

KPK Cekal Mantan Kepala BPPN ke Luar Negeri

KPK meneruskan penyidikan kasus BLBI di era Presiden Megawati. Perkembangan terbaru, mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad dicekal ke luar negeri.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (kiri) bersiap memberikan keterangan tentang penetapan tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - KPK melakukan pencekalan ke luar negeri terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin merupakan tersangka kasus korupsi dalam pemberian surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI senilai Rp4,8 triliun pada 2004.

"Informasi yang kami terima pencegahan dilakukan sejak 21 Maret 2017 untuk enam bulan setelah pencegahan itu dilakukan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Selain pencekalan, kata Febri, KPK telah mengagendakan pemeriksaan terhadap tiga saksi yakni Rizal Ramli, Kwik Kian Gie, dan Artalyta Suryani. Rizal telah diagendakan diperiksa pada 17 April kemarin, namun berhalangan hadir dan akan dilakukan pemanggilan ulang.

Kwik telah diperiksa pada 20 April dan telah memberikan keterangan terkait dugaan korupsi ini.

Sedangkan Artalyta diagendakan diperiksa pada 25 April namun yang bersangkutan mangkir.

Untuk membongkar kasus ini, ujar Febri, KPK telah meminta keterangan dari 32 orang saksi, termasuk tersangka Syafruddin Arsyad. 32 saksi itu terdiri dari berbagai pihak yakni BPPN, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Sekretaris Negara.

Kata Febri pula, mulai pekan depan KPK akan kembali melakukan pemanggilan saksi-saksi termasuk Rizal Ramli dan Artalyta.

Syafruddin selaku ketua BPPN diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004. Atas penerbitan SKL itu diduga kerugian negara sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun.

Terhadap SAT disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tentang Kasus BLBI era Presiden Megawati

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini atas dasar perjanjian Indonesia dengan IMF.

Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. Namun, penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai ketentuan karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan, sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp138,4 triliun.

Terkait dengan dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung. Akan tetapi, Kejaksaan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada para debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden RI Megawati yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Dalam penyelidikan kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat pada Kabinet Gotong Royong 2001 s.d. 2004, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001 s.d. 2004 Laksamana Sukardi, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001 s.d. 2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000 s.d. 2001 Rizal Ramli, Menteri Keuangan 1998 s.d. 1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999 s.d. 2000 dan Kepala Bappenas 2001 s.d. 2004 Kwik Kian Gie.

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH
-->