tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Kepala Divisi III PT Waskita Karya Dono Parwoto, Jumat (15/2/2019).
Dono akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Yuly Ariandi Siregar (YAS) dalam kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek Waskita Karya.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi YAS," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (15/2/2019).
Selain Dono, KPK juga mengagendakan pemeriksaan Satrio selaku Kepala Seksi Pegawai Keuangan Proyek BKT Paket 22 PT Waskita Karya. Satrio yang juga pegawai Waskita Karya diperiksa pula untuk saksi YAS.
Hingga saat ini, KPK terus mendalami dugaan korupsi pelaksanaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya. Setidaknya sudah ada 21 saksi diperiksa KPK dalam kasus ini. Sebelumnya, KPK pun menggeledah rumah milik Direktur Utama (Dirut) Jasa Marga, Desi Aryani, pada Senin (11/2/2019) lalu.
Penggeledahan rumah Desi dilakukan lantaran pernah menjabat sebagai Direktur Operasi I PT Waskita Karya sebelum menjabat sebagai Dirut Jasa Marga. Selain Desi, KPK juga menggeledah rumah milik milik pensiunan PNS Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di dua tempat di Jakarta.
KPK pun menyita sejumlah dokumen penting terkait kasus dugaan korupsi pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan Badan Usaha Milik Negara itu.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, antara lain Kepala Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2011- 2013 Fathor Rachman, dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2010 2014 Yuly Ariandi Siregar.
Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan, Fator dan Yuly telah menunjuk empat perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek konstruksi yang dikerjakan PT Waskita Karya. Namun, keempat perusahaan ini ternyata tidak mengerjakan pekerjaan yang diminta.
Sebagian pekerjaan tersebut ternyata telah dikerjakan perusahaan lain. Namun, seolah-olah dikerjakan oleh keempat perusahaan tersebut. Atas hal ini, Waskita Karya kemudian menggelontorkan anggaran sebesar Rp186 miliar ke empat perusahaan subkontraktor tersebut.
Uang itu kemudian disetor ke sejumlah pihak, di antaranya Fator dan Yuly. Oleh keduanya, uang ini digunakan untuk keperluan pribadi. Atas hal ini, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 186 miliar. Angka ini didapat berdasarkan anggaran yang digelontorkan Waskita Karya.
Adapun proyek-proyek yang tersandung dugaan korupsi, antara lain :
1. Proyek Bandara Udara Kuala Namu, Sumatera Utara
2. Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta.
3. Proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat.
4. Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat.
5. Proyek Jalan Layang Non Tol Antasari Blok M (Paket Lapangan
Mabak), Jakarta
6. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali
7. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali
8. Proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta
9. Proyek PLTA Genyem, Papua
10. Proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cljago) Seksi 1, Jawa Barat.
11. Proyek Fly Over Tubagus Angke, Jakarta
12. Proyek Fly Over Merak- Balaraja, Banten.
13. Proyek Jakarta Outer Ring Road (ORR) seksi W 1, Jakarta
14. Proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya ini, keduanya disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto, Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri