tirto.id - Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan siap menghadap apabila dipanggil oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk membahas mengenai surat edaran (SE) yang memuat larangan produksi dan distribusi air mineral dalam kemasan (AMDK) sekali pakai di bawah 1 liter.
"Kalau dipanggil (oleh Kemenperin), saya datang dan saya akan jelaskan," kata Koster, usai menghadiri Rapat Paripurna ke-13 di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (14/04/2025).
Koster turut menanggapi pernyataan Wakil Menteri (Wamen) Perindustrian, Faisol Riza, yang memintanya berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum menetapkan kebijakan. Menurut Koster, kepala daerah punya kewenangan untuk membuat peraturan tanpa koordinasi dengan pemerintah pusat.
"Tidak perlu koordinasi, ini kewenangan kepala daerah," ucap Wayan.
Di sisi lain, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Bali menyatakan kebijakan Koster sudah sesuai dengan kebijakan pengurangan sampah yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen Periode 2019 sampai 2029.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas KLH Provinsi Bali, I Made Rentin, poin larangan kepada lembaga usaha dalam memproduksi AMDK sekali pakai dalam volume kurang dari 1 liter dinilai telah sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 2 peraturan menteri tersebut untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen dibandingkan jumlah timbulan sampah pada tahun 2019.
"Tahap pertama dalam pengurangan sampah oleh produsen adalah upaya produsen untuk membatasi timbulan sampah. Secara sederhana adalah bagaimana upaya produsen tidak lagi menghasilkan sampah dari penggunaan produk, wadah dan/atau kemasan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam," kata Rentin di Denpasar, Senin (14/04/2025).
Rentin menambahkan, dalam lampiran Permen LHK Nomor 75 tahun 2019, telah diatur jenis produk, kemasan, dan/atau wadah pada bidang usaha manufaktur. Salah satu yang disorot Rentin adalah pada poin kewajiban pembatasan yang memuat produsen membuat produk minuman berbahan plastik Polyethylene (PE) dan Polyethylene Terephthalate (PET) dengan volume paling kecil 1 liter.
"Ini sejalan dengan arah nasional dalam pengelolaan sampah berkelanjutan, di mana produsen dapat menjalankan kewajibannya untuk melaksanakan Extended Producer Responsibility (EPR) sehingga tidak lagi hanya berperan dalam proses produksi, tetapi juga harus bertanggung jawab hingga tahap pascakonsumen," terang Rentin.
Untuk diketahui, Wamen Perindustrian, Faisol Riza, menyatakan akan mengundang Pemprov Bali dan pihak-pihak yang bergerak di industri air minum kemasan di Bali untuk membicarakan poin mengenai larangan produksi dan distribusi air mineral dalam kemasan (AMDK) sekali pakai di bawah 1 liter yang tertuang dalam SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025. Dia juga meminta Pemprov Bali untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum memutuskan kebijakan.
Namun, belum diketahui kapan Kemenperin akan memanggil Koster dan para pemangku kepentingan untuk membahas masalah tersebut.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama