Menuju konten utama

KontraS Catat 64 Kasus Kekerasan Dilakukan TNI Selama 1 Tahun

Sebagian besar kasus kekerasan dan pelanggaran HAM dilakukan personel TNI AD selama kurun waktu Oktober 2023 hingga September 2024.

KontraS Catat 64 Kasus Kekerasan Dilakukan TNI Selama 1 Tahun
Sejumlah prajurit Korps Marinir TNI AL meneriakkan Yel Yel saat upacara pemberangkatan Satgas Rim Of The Pacific 2024 di Koarmada II, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (31/5/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/Spt.

tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mencatat terdapat 64 kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan personel TNI. Angka ini tercatat selama kurun waktu Oktober 2023 hingga September 2024.

"64 kasus tersebut, terdiri dari antara lain 37 tindakan penganiayaan, 11 tindak penyiksaan, 9 kasus intimidasi, 5 tindakan manusiawi, 3 pengrusakan, 1 kasus penculikan, dan 1 kasus kejahatan seksual," kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya saat merilis 'Catatan Hari TNI 2024, Demokrasi Melemah, Reformasi TNI Tidak Berjalan', di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).

Dari 64 peristiwa tersebut, kata Dimas, telah menyebabkan, 75 orang luka-luka dan 18 orang meninggal dunia. Dimas mengatakan, hal tersebut menunjukkan masih adanya arogansi dari prajurit TNI saat bekerja di lapangan.

"Salah satu motif umum dibalik kekerasan TNI, didasarkan oleh permasalahan sepele yang secara rasional dapat diselesaikan tanpa melalui jalan kekerasan," tuturnya.

Ditinjau dari matra pelaku, Dimas mengatakan, sebanyak 50 peristiwa dilakukan oleh prajurit TNI Angkatan Darat (AD), 9 peristiwa oleh prajurit TNI Angkatan Laut (AL), dan 5 peristiwa oleh prajurit TNI Angkatan Udara (AU).

Menurut Dimas, dominasi TNI AD melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM karena matra ini dinilai yang paling banyak berhubungan dengan masyarakat sipil.

“Jika diidentifikasi tingginya intensitas angka kekerasan yang dilakukan oleh TNI AD kepada warga sipil karena TNI AD merupakan matra TNI yang paling dekat hubungannya dengan masyarakat sipil,” jelasnya.

Dimas mengatakan tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI tidak sesuai dengan jati diri TNI sebagai tentara rakyat.

Selain itu, Dimas mengatakan, KontraS juga menyoroti soal wacana Revisi UU TNI dan wacana untuk menghilangkan larangan militer bisnis.

"Kedua wacana tersebut secara substansial perlu dikritik karena tidak sejalan dengan prinsip reformasi sektor keamanan dan supremasi sipil yang diperjuangkan pasca-reformasi," tuturnya.

Dimas menyebut, UU TNI yang mengizinkan para prajurit menduduki jabatan sipil akan menjauhkan anggota TNI dari profesionalisme, dan fungsi utama sebagai alat pertahanan negara.

"Begitupun dengan wacana bisnis militer, sesuai amanat UU TNI bahwa tentara profesional seharusnya tidak berbisnis. Adapun masalah kesejahteraan yang menjadi keluhan prajurit, seharusnya dipikirkan secara serius oleh pemerintah karena UU TNI mengamanatkan agar kesejahteraan prajurit TNI dijamin oleh APBN," jelasnya.

Kemudian, KontraS juga menyoroti kekerasan dan konflik yang kerap terjadi di Papua. Kata Dimas, pendekatan bersenjata yang dilakukan pemerintah di Papua, setiap tahunnya terus menelan korban, dari pihak warga sipil dan TNI.

"Konflik yang seakan tiada ujung dan minim solusi tersebut harus menjadi bahan evaluasi dan kajian bagi pemerintah. Cara lain untuk menyelesaikan situasi di Tanah Papua harus dipikirkan, pun konflik yang berlangsung, harus tetap, memperhatikan prinsip-prinsip hukum humaniter dan perlindungan terhadap warga sipil," tegasnya.

Lebih lanjut, Dimas mengatakan, daripada melakukan revisi terhadap UU TNI yang secara subtansional bermasalah, lebih baik bagi pemerintah bersama DPR-RI untuk segera membahas dan mengesahkan revisi UU Peradilan Militer sesuai dengan ketentuan TAP MPR/VII/MPR 2000.

"Pada catatan ini, kami memaparkan kesalahan pada tataran konseptual dan praktik peradilan militer di Indonesia. Analisis mengenai peradilan militer juga kami lengkapi dengan data mengenai vonis peradilan militer yang menunjukkan bahwa dalam kasus peradilan militer tidak memberikan efek jera kepada pelaku," ujarnya.

Baca juga artikel terkait HUT TNI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto