Menuju konten utama

Komisi III: PCC Jadi Peringatan BPOM Ketatkan Pengawasan

Persebaran obat PCC sebagai permasalahan serius yang mengharuskan BPOM memperketat pengawasan dan advokasi.

Komisi III: PCC Jadi Peringatan BPOM Ketatkan Pengawasan
Ilustrasi Obat-obatan. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengatakan persebaran obat PCC sebagai permasalahan serius. Menurutnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus menguatkan pengawasannya.

"Dan menjadi Tugas BPPOM untuk melakukan pengawasan dan advokasi yang utuh agar bisa ditemukan akar permasalahannya," kata Didik saat dihubungi Tirto, Jumat (15/9/2017).

Karena, menurutnya, kasus persebaran obat PCC telah menimbulkan keresahan dan kerugian pada konsumen. Termasuk tiga orang yang meninggal dunia akibat mengkonsumsi obat ini.

"Advokasi penting agar didapatkan standing fakta yang utuh dan benar, sehingga masyarakat juga terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.

Didik juga menginginkan aparat kepolisian segera menangkap dan menindak pelaku sesuai dengan pasal pidana yang berlaku untuk kasus ini.

"Kepolisian dengan berkoordinasi dengan BPPOM harus segera bertindak cepat dan tepat agar tidak lagi berjatuhan korban lainnya," kata Didik.

Senada dengannya, anggota Komisi III lainnya Eddy Kusumawijaya menegaskan pelaku penyebar obat PCC bisa ditindak dengan pasal penjualan obat terlarang.

"Pelakunya bisa dikenakan Pasal 197 UU 36/2009," kata Eddy saat dihubungi Tirto, Jumat (15/9/2017).

Dalam pasal tersebut dikatakan, "setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar".

Menurut Eddy, pasal tersebut harus benar-benar dijalankan. Karena, menurutnya, bila dibiarkan longgar akan menyebabkan kasus-kasus serupa.

"Sekarang di Kendari, mungkin besok bisa di tempat lain," kata Eddy.

Perlu diketahui, hasil uji laboratorium BPOM terhadap tablet PCC menunjukkan positif mengandung karisoprodol. Obat PCC ini tergolong obat keras yang telah dihentikan izin edarnya sejak 2013.

"Karisoprodol memiliki efek farmakologis untuk melemaskan otot, namun hanya berlangsung singkat, serta di dalam tubuh akan segera diproses metabolisme menjadi metabolit berupa senyawa Meprobamat yang menimbulkan efek menenangkan," kata BPOM dalam keterangan resmi.

Sementara, Polda Sulawesi Tenggara telah menangkap delapan orang yang diduga pengedar obat terlarang jenis PCC yang dijual secara ilegal dan banyak dikonsumsi warga di daerah itu. Semua yang ditangkap berjenis kelamin perempuan.

"Para tersangka ini kami akan terapkan Undang-Undang Kesehatan khususnya di Pasal 197 dan Pasal 196. Yang bersangkutan dinyatakan sebagai penyedia, pengada dan penjual dari daftar obat G tersebut,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol Satria Adhi Permana, seperti yang dilansir Antara, Kamis (14/9/2017).

Baca juga:

Baca juga artikel terkait OBAT PCC atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri