tirto.id - Badan Narkotika Nasional (BNN) membenarkan sedikitnya satu orang meninggal dan 42 lainnya dilarikan ke rumah sakit gara-gara mengonsumsi obat bertuliskan PCC (paracetamol cafein carisoprodol) di Kendari, Sulawesi Tenggara. Para korban mengalami gejala sakit yang sama, mengamuk, berontak, berbicara tak keruan seperti orang yang tak waras. Apa sebenarnya kandungan obat yang oleh masyarakat Kendari menyebutnya mumbul?
“Tablet PCC itu mengandung zat aktif carisoprodol,” kata ahli kimia farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Drs. Mufti Djusnir, MSi, Apt, Kamis (9/14) seperti diberitakan Antara.
Mufti menjelaskan carisoprodol berfungsi melemaskan otot sehingga menghambat rasa sakit ke syaraf dan otak. Kandungan itu menurutnya juga terdapat dalam obat tramadol dan somadril yang berfungsi sebagai pereda nyeri pascaoperasi.
“Sedangkan Somadril kandungannya adalah carisoprodol dan paracetamol. Tramadol zat aktifnya hanya tramadol,” ujar Mufti.
PCC, tramadol, dan somadril termasuk dalam golongan obat keras. Mufti mengatakan apabila ketiga obat itu diminum secara bersamaan akan menimbulkan efek berbahaya, mulai dari hilang kesadaran, kejang hingga overdosis yang berpotensi menyebabkan kematian. Dalam waktu panjang konsumsi terhadap obat-obatan tersebut juga menimbulkan ketergantungan.
“Hasil riset, obat-obat itu bisa menyebabkan addict, menjadi candu dan hasrat untuk mengulangi. Biasa pemakai tak cukup sesuai dosis, mereka akan menaikkan dosisnya, dari dua tablet, tiga, dan seterusnya,” katanya.
"Kalau berulang penyalahgunaan bisa OD (over dosis), kematian sudah dekat. Gejalanya yang ditimbulkan biasanya diawali panas dingin, berkeringat, linglung, batuk kemudian kejang," kata dia.
Efek lain yang bisa ditimbulkan dari penyalahgunaan obat-obatan itu adalah kerusakan syaraf. "Apakah meninggalkan bekas cacat syaraf? Umumnya yang sudah konsumsi, bisa seperti itu. Obat ini menghambat otak, jelas yang terkena adalah otak," jelas Mufti.
Melihat efek PCC yang bisa menghilangkan kesadaran hingga kematian, sebagian dari obat tersebut sudah ditarik dari peredaran. Sedangkan penggunaan Tramadol harus dengan resep dokter.
Baca juga:BNN Kendari: Korban Obat PCC Seperti Orang Tidak Waras
Berbeda dengan Flakka
Mufti mengatakan efek yang ditimbulkan ketiga obat tersebut berbeda dengan narkoba jenis Flakka. Menurut dia tablet PCC, Tramadol, dan Somadril merupakan obat yang melemaskan otot dan menyasar syaraf keseimbangan.
Sementara Flakka menyebabkan efek paranoid yang menyebabkan para penggunanya mengamuk bahkan tidak sadar sedang melukai diri sendiri. "Berbeda, Flakka itu bisa membuat mengamuk karena menyebabkan paranoid. Sedangkan obat yang tadi efek melemasnya otot," katanya.
Ia menambahkan bahwa Flakka sudah masuk dalam kategori narkoba jenis baru, sedang PCC masih harus diuji apakah termasuk narkoba karena menimbulkan efek candu.
Baca juga:Mewaspadai Bahaya Flakka di Indonesia
Ia menambahkan penyebab kasus-kasus yang terjadi pada remaja di Kendari juga harus dikonfirmasi berdasarkan uji laboratorium. Harus diketahui dengan jelas zat apa yang dikonsumsi korban sehingga mereka harus dibawa ke rumah sakit jiwa dan bahkan sampai ada yang meninggal dunia karenanya.
“Untuk menuju ke kasus itu, harus ada hasil uji laboratorium,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BNN Kota Kendari Murniati mengatakan para korban mengalami gejala sakit yang sama, seperti berperilaku aneh dan berbicara tak terkontrol.
“Para korban ini mengalami gejala kelainan seperti orang tidak waras, mengamuk, berontak, ngomongtidak karuan setelah mengkonsumsi obat yang mengandung zat berbahaya itu, sehingga sebagian harus diikat,” kata Murniati.
Murniati menyatakan para korban yang berhasil ditangani dan diperbolehkan pulang menceritakan obat itu diperoleh dari orang tidak dikenal. “Obat itu ada yang dalam bentuk cair dan juga dalam bentuk tablet. Yang cair dicampur ke dalam minuman. Sampai saat ini kami belum bisa pastikan jenis obat apa yang dikonsumsi para korban itu,” katanya.
Kebanyakan korban dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sulawesi Tenggara. BNN Kendari menyatakan ada 26 orang korban yang dirawat RSJ Sulawesi Tenggara. Sedangkan sisanya tersebar di empat rumah sakit lainnya seperti di RSU Bahterams sebanyak dua orang, RSU Bhayangkara ada empat orang, RSU Kota kendari ada lima orang, dan RSU Korem 143 Kendari sebanyak satu orang.
Ia juga mengatakan korban obat PCC meningkat dari yang sebelumnya diketahui hanya 30 orang, setelah beberapa jam bertambah hingga mencapai angka 50 orang lebih.
“Rabu (13/9), pagi dalam pendataan kami hanya sekitar 30 orang, namun hingga pada tengah malam sudah berambah menjadi 50 orang,” katanya.
Pihaknya terus mendata jumlah korban dengan gejala kelainan di beberapa rumah sakit lain. Menurutnya tidak tertutup kemungkinan masih ada pasien yang mengalami gejala yang sama, tapi dari pihak keluarga mungkin tidak melapor dengan alasan tertentu.
Kepala RSJ Kendari Abdul Rasak membenarkan para korban overdosis setelah mengkonsumsi jenis obat PCC yang menyebabkan adanya gangguan mental dan kejiwaan. Gejala kelainan yang dialami bahkan ada yang membentur-benturkan kepala. Oknum pelaku yang diduga mengedarkan obat terlarang sudah ditahan di Mapolsek Mandonga Kendari dengan identitas seorang ibu rumah tangga berinisial "ST" (39 tahun).
Baca juga: