tirto.id - Rancangan Undang-undang (UU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) akan diselesaikan setelah DPR selesai membahas soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Soal UU KUHP adalah induk dari semua undang-undang di bidang hukum, sehingga Revisi UU KUHP harus diselesaikan lebih dulu. Agar tidak terjadi tumpang tindih dan saling bertabrakan pengaturan dalam undang-undag teknis lainnya di bidang hukum," kata anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Hal ini, kata dia, dilakukan agar peraturan antara satu dan yang lainnya tak tumpang tindih atau bersinggungan karena dalam kedua RUU tersebut ada pasal-pasal yang mengatur soal ancaman pidana.
Taufiq menjelaskan, dalam rancangan yang dibuat untuk RUU PKS aturan tersebut secara umum dibuat untuk mengatur perlindungan terhadap kaum perempuan dari kekerasan verbal maupun kekerasan fisik.
"Namun pembahasannya, agar mendahulukan pembahasan RUU KHUP, baru kemudian pembahasan RUU PKS," ujar dia.
Ia berharap dengan adanya pembahasan mengenai waktu RUU PKS akan dirampungkan ia berharap anggota DPR di periode selanjutnya yaitu di tahun 2019-2024 akan melanjutkan rancangan UU PKS dengan cepat.
Ia menjelaskan, anggota DPR di periode ini tidak mungkin bisa menyelesaikan rancangan UU PKS karena masa tugasnya akan selesai pada September 2019.
"Kalau RUU KUHP sudah selesai, maka dilanjutkan dengan pembahasan RUU PKS pada periode berikutnya," tandas dia.
Polemik RKUHP membuat pengesahannya tertunda, demikian juga polemik seputar RUU PKS terkait dengan sejumlah defenisi di dalamnya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali