tirto.id - Sejak berusia belasan tahun, Kalla sudah mulai berjualan. Saat itu, salah satu barang dagangannya adalah kain sutra. Ia menjajakannya dari kampung ke kampung di Bone. Dalam waktu tiga tahun, seperti ditulis Alberthiene Endah dalam Athirah (2016:60), Kalla sudah punya kios di Pasar Bajoe, Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Kios itu bernama Sederhana yang menjual kain dan barang-banang kelontong. Saat itu usia Kalla baru 15 tahun. Dalam Who's who in Indonesia (1971:170) disebutkan toko itu dimiliki Kalla sejak tahun 1938.
Dalam usia muda, Kalla telah menunaikan rukun Islam yang kelima sehingga ia kemudian dikenal dengan nama Hadji Kalla. Karena sudah merasa mapan, ia pun kemudian menikah dengan seorang gadis bernama Athirah yang kemudian dikaruniai enam orang anak yakni Nurani, Jusuf, Zohra, Saman, Ahmad, dan Suhaeli. Belakangan Athirah dimadu karena Hadji Kalla menikah lagi dengan perempuan lain.
Bisnis Hadji Kalla yang terkenal pada 1950-an adalah perusahaan angkutan Cahaya Bone. Perusahaan yang semula kerap mengangkut hasil bumi dari Bone ke Makassar ini berdiri pada 1952. Di tahun yang sama, Hadji Kalla juga mendirikan NV Hadji Kalla Trading Company. Menurut Christian Pelras dalam Manusia Bugis (2006:284-391), sejak 1955 keluarga Hadji Kalla sudah menekuni bisnis tekstil.
Saat keamanan di Bone mulai terganggu oleh gerakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar, keluarga Hadji Kalla pun pindah ke Makassar. Di kota inilah anak-anaknya bersekolah. Tahun 1960-an, Jusuf Kalla--anak laki-laki pertama Hadji Kalla yang kerap jadi kasir di toko Sederhana--mulai kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar. Jusuf Kalla aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan saat sentimen anti-komunis mulai panas pada 1966, ia bergabung dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
Setelah Soeharto jadi presiden, dunia bisnis di Indonesia mulai meningkat karena investor asing berdatangan. Hal ini berpengaruh juga terhadap perkembangan bisnis keluarga Kalla. Sejak 1969, Hadji Kalla menjadi penyalur penting kendaraan impor. Ia juga kemudian PT Makassar Raya Motor. Tak hanya itu, ia juga mendirikan perusahaan konstruksi bernama Bumi Karsa.
Warsa 1990-an, keluarga Kalla memiliki PT Bumi Sarana Utama yang menjadi agen aspal curah. Di bidang properti mereka mempunyai PT Baruga Asrinusa Development yang fokus membangun perumahan elite. Mereka juga mempunyai PT Kalla Inti Karsa, dan belakangan berdiri pula PT Bukaka Teknik Utama yang dipimpin Ahmad Kalla dan kawan kuliahnya Fadel Muhammad.
Keluarga Kalla adalah keluarga wirausaha yang berpengaruh. Tak heran jika Christian Pelras dalam buku Manusia Bugis (2006:284-391) membahas keluarga Kalla secara khusus.
Jusuf Kalla Sang Penerus
Sejak 1968, setelah lulus dari Universitas Hasanuddin, Jusuf Kalla jadi Direktur Utama NV Hadji Kalla dan belakangan memimpin sejumlah perusahaan lain di grup tersebut. Pada 1970-an, Jusuf Kalla termasuk pengusaha muda di Kamar Dagang Industri (KADIN) Sulawesi Selatan.
Perusahaan pertama keluarga Kalla yang eksis di sekitar Jakarta adalah PT Bukaka Teknik Utama di Bogor. Dan sejak 1988 keluarga Kalla punya bisnis pelayaran yang bernama Kalla Lines yang salah satu kapalnya bernama KM Athirah. Pada 2004, seperti dicatat Pelras, terdapat 13 perusahaan besar dan sehat yang dikelola keluarga Kalla.
“Sejak 1995, kelompok perusahaan yang bernama Kalla Group tidak lagi sekadar mendominasi dunia usaha di Provinsi Sulawesi Selatan, tetapi telah merupakan sebuah konglomerasi usaha di kawasan timur Indonesia,” tulis Pelras. Bidangnya meliputi jasa transportasi, telekomunikasi, perikanan, konstruksi, properti, otomotif, perkebunan, dan lain-lain.
Jusuf Kalla tampaknya melebihi apa yang diinginkan oleh ayahnya. Dia tak hanya dikenal sebagai pengusaha besar di Indonesia timur, tetapi juga tokoh nasional yang beberapa kali menempati posisi strategis di pemerintahan. Jusuf Kalla dua kali menjadi wakil presiden, yakni mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Dia juga beberapa kali menjadi menteri dalam sejumlah kabinet. Jusuf Kalla juga pernah menjadi sebagai ketua dalam beberapa organisasi politik dan sosial kemanusiaan.
Dulu, Hadji Kalla adalah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di Sulawesi Selatan dan pernah menjadi bendahara Masjid Raya Makassar yang letaknya di sebelah rumah keluarga Kalla. Sementara Athirah, istri Hadji Kalla, namanya diabadikan menjadi nama lembaga pendidikan—dari TK hingga sekolah menengah.
Jusuf Kalla kemudian meneruskan jabatan bendahara masjid itu. Bersama Jenderal M Jusuf (mantan panglima ABRI), dia ikut membangun masjid baru yang lebih megah bernama Al Markaz di lahan bekas kampus Universitas Hasanuddin. Jusuf Kalla juga dikenal sebagai anggota dewan penyantun Universitas Hasanuddin, Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Allaudin (kini UIN Makassar), dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Makassar (kini Universitas Negeri Makassar).
Editor: Irfan Teguh Pribadi