tirto.id - Hubungan antara Jerman dan India terjalin, salah satunya, lewat bahasa Sansekerta. Salah satu bahasa tertua di dunia ini sedang terancam keberadaannya, bahkan di tempat asalnya. Namun di Jerman, minat terhadap bahasa Sansekerta terus menyala.
Orang-orang Jerman sudah bersentuhan dengan Sansekerta jauh sebelum pemerintah kolonial Inggris di India melahirkan istilah indologi. Jerman kini menjadi pemimpin di bidang ilmu bahasa Sansekerta, melampaui India. Salah satu universitas di Jerman malah secara rutin menolak para pendaftar untuk mata kuliah Sansekerta karena jumlah peminat melebihi daya tampung yang mereka sanggupi.
Resminya, indologi sebagai bidang keilmuan ada karena prakarsa orang-orang Inggris – ditandai oleh berdirinya Asiatic Society of Bengal, di Kolkata, pada 1784. Ilmu yang mencakup sejarah, sastra, filsafat, dan budaya India ini baru masuk ke Jerman pada abad ke-19. Mata kuliah Sansekerta pertama kali diajarkan di Marburg pada 1843, oleh Franz Vorländer. Kini, Sansekerta dapat dipelajari di empat belas universitas di Jerman; sebagai pembanding, di Inggris hanya empat.
Hubungan antara Jerman dan India menyoal bahasa Sansekerta memang sudah terjalin sangat lama. Demikian menurut Priya Esselborn, ahli bahasan India dan sekitarnya, dalam artikelnya di Deutsche Welle. Cendekiawan Sansekerta Jerman pertama adalah Heinrich Roth, seorang misionaris. Masa tinggalnya di India membuat Roth fasih berbahasa Sansekerta. Roth pula yang pertama kali menulis tata bahasa Sansekerta. Karyanya, walau demikian, tidak pernah diterbitkan.
Selain Roth, ada pula Wilhelm von Humboldt, yang dalam korespondensinya dengan Georg Wilhelm Friedrich Hegel (filsuf Jerman) berdiskusi mengenai Bhagavadgita. August Wilhelm Schlegel menerbitkan On the Language and Wisdom of the Indians pada 1808. Friedrich Rückert, yang lebih dikenal sebagai ahli bahasa Arab dan Persia, salah satu karya terbaiknya adalah terjemahan Mahabharata. Ada sedikit Sansekerta pula dalam karya-karya Johann Wolfgang von Goethe, Arthur Schopenhauer, dan Friedrich Nietzsche.
Walau demikian, tak ada nama-nama di atas yang sebesar Max Müller – cendekiawan Sansekerta terbaik sepanjang masa. Müller menerjemahkan naskah Hindu Upanishads dan Rigveda. Sebelum Müller, tak ada yang berani menerjemahkan Rigveda yang memang rumit.
Karena Müller, Goethe Institut – lembaga budaya Jerman yang tersebar di seluruh dunia – di India secara khusus disebut dengan nama Max Müller Bhavan. Di Indonesia, Goethe Institut ada di Jakarta, Bandung, dan Surabaya; ketiganya tetap disebut dengan nama aslinya.
Kenapa Harus Sansekerta?
Universität Heidelberg (Universitas Heidelberg) adalah yang paling ternama di antara semua universitas yang menawarkan bidang studi Sansekerta, indologi kuno, dan indologi modern. Südasien-Institut (Institut Asia Selatan) Universität Heidelberg menjadi yang terdepan di bidang keilmuan indologi karena tidak hanya mempelajari bahasa-bahasa Asia Selatan, tetapi juga rumah bagi ilmuwan-ilmuwan interdisipliner. Di Südasien-Institut, linguistik bersinggungan dengan ilmu politik, etnologi, geografi, dan ekonomi.
Südasien-Institut menawarkan kuliah indologi musim panas setiap tahunnya. Sejak 2015, kelas ini dibuka di Swiss, Italia, dan India – tempat asalnya – karena jumlah peminat yang membludak. Dari tahun ke tahun, pihak universitas dari tahun ke tahun sampai harus menolak beberapa peminat karena keterbatasan daya tampung.
Pertanyaan pun muncul: bagaimana mungkin kuliah singkat tentang bahasa yang nyaris punah bisa menarik begitu banyak peminat? Sedikit jawaban atas pertanyaan tersebut bisa didapat dari Francesca Lunari, salah satu mahasiswa kuliah musim panas indologi Universität Heidelberg, yang juga seorang mahasiswa kedokteran.
“Saya tertarik kepada psikoanalisis dan harus mengerti bagaimana pikiran manusia berpangkal dari naskah, budaya, dan masyarakat. Saya juga akan mempelajari bahasa Bangla untuk memahami karya-karya Girindra Sekhar Bose, pionir psikiatri oriental yang nyaris tak pernah dipelajari bahkan di India. Belajar Sansekerta adalah langkah pertama.”
“Untuk lebih mengerti asal dari filsafat, sejarah, bahasa, sains, dan budaya oriental, penting membaca naskah-naskah asli Sansekerta karena dalam naskah-naskah ini terkandung beberapa pemikiran dan penemuan awal,” ujar Axel Michaels, pimpinan indologi klasik Südasien-Institut.
Sementara itu, dikutip dari Deutsche Welle, Michaels berkata bahwa mempelajari Sansekerta tidak hanya berarti mempelajari sastra, tetapi juga melestarikan bahasa dan menggali dari peninggalan budaya dunia demi kepentingan generasi berikutnya. “Kita hanya bisa memahami masa kini jika kita memahami masa lalu,” ujarnya.
Konflik Kepentingan Bahasa
Hubungan budaya, terutama bahasa, antara India dan Jerman tidak selalu mulus. Sementara di Jerman bahasa Sansekerta banyak diajarkan, di India bahasa Jerman malah pernah dilarang oleh pemerintah.
Pada 15 November 2014, pemerintah India memberi perintah kepada Kendriya Vidyalaya Sangathan (KVS/Organisasi Sekolah Pusat) untuk berhenti mengajarkan bahasa Jerman dan menggantinya dengan bahasa Sansekerta. Di bawah kebijakan tiga bahasa, sekolah-sekolah negeri India mengajarkan dan menggelar proses belajar mengajar dalam bahasa Hindi, Inggris, dan Jerman. Smriti Irani, Menteri Pengembangan Sumber Daya Manusia India saat itu, berujar kepada Indian Express bahwa keputusan ini diambil demi kepentingan nasional.
Sehari setelahnya, Angela Merkel (Kanselir Jerman) langsung membahas masalah tersebut dengan Narendra Modi (Perdana Menteri India) di sela-sela kegiatan keduanya di Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Brisbane.
Menyoal perbincangan antara Merkel dan Modi, Syed Akbaruddin selaku Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India berujar, “Perdana Menteri India Narendra Modi mengisyaratkan kepada Kanselir Jerman Angela Merkel akan memeriksa masalah ini. Modi berkata kepada Merkel bahwa dia ingin anak-anak India memiliki kesempatan untuk mempelajari sebanyak mungkin bahasa.”
Perdana Menteri Modi fasih berbahasa Inggris, namun dalam banyak penampilan publik, dia nyaris selalu berbicara dalam bahasa Hindi. Tindakan Perdana Menteri Modi terbilang kontroversial bahkan di mata masyarakat India, karena Inggris sendiri adalah salah satu bahasa resmi India.
Sementara itu, menurut sensus tahun 2014, hanya empat belas ribu orang mengakui Sansekerta sebagai bahasa utama mereka – amat kecil mengingat jumlah warga India mencapai satu milyar. Sansekerta sendiri merupakan akar dari lebih dari 20 bahasa resmi India.
“Sansekerta punya pengaruh tapi tidak punya kehadiran,” ujar Ganesh Devy dari People’s Linguistic Survey of India sebagaimana dikutip dari The Hindu. Bahkan di Mattur, yang disebut-sebut sebagai desa Sansekerta, hanya beberapa orang saja yang mengakui Sansekerta sebagai bahasa ibu. []
Penulis: Taufiq Nur Shiddiq
Editor: Nuran Wibisono