tirto.id - Beberapa politikus Partai Golkar masih menganggap Jusuf Kalla adalah sosok yang pas untuk menjadi wakil presiden Joko Widodo di perhelatan pemilu presiden 2019 mendatang.
Ketua DPR sekaligus politisi Golkar, Bambang Soesatyo menyatakan, Jusuf Kalla tetap menjadi pasangan Jokowi yang paling ideal.
Pria yang kerap disapa Bamsoet ini menyatakan, ada 2 nama yang dianggap pantas mendampingi Jokowi, yakni JK dan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Namun, Bambang lebih memilih Jusuf Kalla.
“Survei menggambarkan pada kami, posisi Pak JK adalah menempati rangking teratas [bursa calon wapres Jokowi]. Dan menurut saya pribadi, pasangan Pak Jokowi yang ideal ke depan adalah Pak JK,” kata Bamsoet di Hotel Ambhara, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
“Pak JK adalah Partai Golkar,” kata dia menegaskan.
Bambang menegaskan, seluruh partai tentunya ingin tokohnya diusung untuk menjadi RI-1 atau RI-2, tidak terkecuali Golkar. Karena itu, 2 nama, yakni JK dan Airlangga muncul dari partai berlambang beringin tersebut. Meski dua nama itu muncul, Bambang mengaku Partai Golkar tidak akan pecah.
“Kami kan sehidup semati. Kami satu langkah, satu derap. Pak JK adalah Golkar, Golkar adalah Pak JK, Airlangga adalah Ketua Umum Golkar,” tegasnya.
Selain Bambang, politikus Golkar lainnya, Aziz Syamsuddin juga menyatakan hal yang serupa. Ia berpandangan, JK bisa menjadi calon alternatif Jokowi dalam Pilpres 2019. JK dirasa bisa menjadi sosok yang menengahi konflik di masyarakat.
“Bisa jadi peneduh, dan seperti pohon beringin bisa jadi penengah terhadap seluruh instrumen-instrumen yang ada di masyarakat,” kata Azis, Rabu (2/5/2018) lalu.
Perlu diketahui, peluang JK untuk kembali menjadi cawapres Jokowi sebenarnya sangat tipis. Pasalnya, Undang-undang Dasar 1945 Pasal 7 mengatakan “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Namun, perwakilan Permohonan Rakyat Proletar yang diwakili oleh Abda Khair Mukti menggugat aturan Pemilu, yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemiluhan Umum ke Mahkamah Konstitusi pada hari Senin, (30/4/2018).
Pasal yang digugat adalah Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i. Pasal 169 mengatur syarat agar Presiden dan Wakil Presiden yang didaftarkan oleh partai politik belum pernah menjabat selama 2 periode.
Dalam Pasal 227 huruf i, pendaftar juga harus membuat surat pemyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto