tirto.id - Jelang Pemilu 2024 yang tinggal tiga bulan lagi, bukan hanya partai politik (parpol) saja yang mesti berbenah dan bersiap-siap berkontestasi sesuai aturan berlaku. Penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, juga harus sigap melaksanakan tugas demi pemilu yang berkeadilan dan berlangsung lancar.
Sayangnya, kedua lembaga tersebut menuai sorotan baru-baru ini karena dianggap tidak menjalankan tugasnya dengan profesional. Komentar miring datang menunjuk KPU sebab mereka mangkir dari rapat penting yang seharusnya berlangsung bersama Komisi II DPR RI.
Agenda tersebut yakni Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu, Senin (20/11/2023) lalu. KPU seharusnya menghadiri RDP tersebut untuk membahas rancangan perubahan peraturan KPU berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 28 P/HUM/2023 terkait syarat bagi mantan terpidana yang akan maju sebagai calon anggota legislatif.
Namun, tidak satupun anggota KPU atau perwakilannya yang hadir. Rapat berlangsung molor karena pimpinan menskors rapat sebab belum ada anggota KPU yang hadir. Hal ini memicu kegeraman anggota Komisi II DPR RI yang mempertanyakan ketidakhadiran KPU dalam rapat.
Salah satunya, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus yang mempertanyakan keseriusan semua anggota komisioner KPU dalam menyukseskan Pemilu 2024. Guspardi menyayangkan agenda yang semestinya membahas PKPU dan sangat penting tersebut menjadi buyar.
“Tidak satupun dari pihak KPU yang hadir dalam rapat karena beralasan sedang berkunjung ke luar negeri,” ujar politikus PAN ini dihubungi reporter Tirto, Selasa (22/11/2023).
Sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, kata dia, setiap PKPU dan Perbawaslu harus dikonsultasikan terlebih dulu dengan DPR, dalam hal ini Komisi II DPR RI. Ia heran dengan alasan anggota KPU dan jajarannya yang beralasan ke luar negeri.
“Bukan kita melarang, tapi dibuatlah aturan-aturan main sehingga tidak ada kekosongan personel dalam rangka menyelesaikan dan melayani apa yang diperlukan oleh masyarakat,” kata Guspardi.
Ia menambahkan, dengan tidak adanya satupun Komisioner KPU yang hadir dalam agenda rapat, dapat berpotensi menimbulkan bermacam-macam persepsi. Salah satunya, persepsi bahwa KPU dianggap tidak serius mempersiapkan Pemilu 2024. Ia meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa menilai sikap KPU ini.
“Ini akan jadi bumerang yang dapat berkembang terjadinya berbagai tafsiran yang berkembang di masyarakat. Apalagi sebelumnya Ketua KPU juga sudah menerima peringatan terakhir dari DKPP,” terang Gaus.
Kritik atas Manajemen KPU
Kekecewaan serupa juga disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, selaku pemimpin rapat. Ia mengaku baru menerima permohonan penundaan rapat dari KPU pada Minggu (19/11/2023). Alasannya, para petinggi KPU menjalankan tugas ke luar negeri.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu heran dengan pengelolaan manajemen KPU. Pasalnya, tidak ada satu petinggi KPU yang tersisa di dalam negeri untuk bertugas.
“Ini menjadi catatan kita sebelum kita mulai ya, terutama (untuk) DKPP. Ini pelanggaran etik enggak tuh ya? Etik manajemen pekerjaan. Gimana, Pak? Masa kantor ditinggalin semuanya pergi? Se-sekjen sekjennya semuanya pergi semua,” kata Doli saat hendak membuka rapat, Senin (20/11/2023).
Anggota DKPP yang hadir dalam rapat tersebut, Muhammad Tio Aliansyah, menyayangkan ketidakhadiran KPU dalam RDP tersebut. Idealnya, kata Tio, harus ada perwakilan dari KPU yang hadir untuk menjalani rapat. Menurutnya, DKPP sendiri tidak dihadiri ketua namun tetap mengirimkan anggota untuk hadir, karena agenda ini dianggap penting.
“Seharusnya anggapan yang sama juga oleh KPU,” kata Tio.
Tirto sudah berusaha menghubungi Komisioner KPU Idham Holik dan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari ihwal permasalahan ini. Namun, permintaan wawancara dan konfirmasi yang dilayangkan ke ponsel keduanya, hanya berstatus terkirim.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menyampaikan, hal ini menjadi pertanyaan soal pengelolaan manajemen kelembagaan di KPU. Apalagi, kata dia, saat ini tahapan Pemilu sedang berjalan.
Nisa, sapaan akrabnya, menilai bahwa tugas yang dikabarkan KPU sebagai agenda bimbingan teknis di luar negeri memang penting. Namun, kehadiran KPU untuk menyukseskan Pemilu di dalam negeri jauh lebih memiliki urgensi.
“Apalagi ada agenda yang cukup krusial di dalam negeri yaitu pembahasan putusan MA yang terkait PKPU. Ini juga menunjukkan keseriusan KPU dalam menghadapi isu ini,” ujar Nisa dihubungi reporter Tirto, Selasa (21/11/2023).
Taji Bawaslu Dipertanyakan
Sikap Bawaslu juga tidak lepas dari kritikan sejumlah kalangan. Utamanya, Bawaslu dinilai terkesan pasif dan membiarkan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan salah satu kubu paslon capres-cawapres.
Sebelumnya, Minggu (19/11/2023), cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Gibran Rakabuming Raka dan tim pemenangannya, menghadiri acara 'Silaturahmi Nasional Desa Bersatu.' Acara yang digagas 8 organisasi perangkat desa ini dikhawatirkan menjadi sinyal pelibatan organ desa untuk memenangkan paslon tertentu di Pemilu 2024.
Nisa dari Perludem menilai, meskipun belum masa kampanye resmi, Bawaslu harus proaktif dalam menjalankan fungsinya. Sebab, kata dia, Bawaslu juga memiliki punya fungsi pengawasan dan pencegahan proses Pemilu 2024.
“Bisa jadi ada potensi pelanggaran di Pasal 280 ayat (2) huruf h yang menyebutkan bahwa dalam kampanye dilarang mengikutsertakan kepala desa dan perangkat desa. Saat ini memang belum masa kampanye, oleh sebab itu, Bawaslu perlu proaktif,” ujar Nisa.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan pihaknya akan segera memanggil panitia penyelenggara acara tersebut. Namun, Bagja menegaskan bahwa Bawaslu tidak bisa menghukum kepala desa jika terbukti bersalah.
“Jadi jangan kemudian ini eksekusi di Bawaslu, bukan. Eksekusi pelaksanaan sanksi di KASN, ditanyakan kepada KASN dan juga Kemenpan-RB bagaimana pelaksanaannya. Kami selaku [yang beri rekomendasi] ini dugaan melanggar, casenya begini, tolong ditindaklanjuti,” ujar Bagja ditemui di Kantor Staf Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Senin lalu.
Ia menjelaskan, Bawaslu hanya merekomendasikan jika ada temuan yang memang terbukti adanya pelanggaran proses pemilu. Bagja menambahkan, kepala desa dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye.
“Tapi ini kan bukan kampanye kan? Dan ini adalah kewenangan Bawaslu untuk menyatakan ini ASN melanggar atau tidak. Tapi eksekusinya itu di KASN dan MenPAN-RB juga Badan Kepegawaian Negara,” kata dia.
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty, mengatakan pihaknya tengah melakukan kajian untuk memastikan apakah dalam acara kegiatan silaturahmi nasional desa ada unsur-unsur yang dilanggar. Menurut Lolly, panitia pengawas (panwas) juga melakukan pengawasan secara melekat.
Lolly menyatakan pihaknya masih mendalami temuan ini. Karena, kata dia, jika menggunakan UU 7/2017 [tentang Pemilu] pelanggaran tersebut hanya diatur di masa kampanye.
“Namun dapat juga Bawaslu menggunakan pelanggaran UU hukum lainnya, misalnya UU Nomor 6/2014 tentang Desa,” ucap Lolly kepada Tirto, Senin. “Kajian tengah dilakukan, segera disampaikan ke publik infonya."
Bawaslu Dinilai Pasif terhadap Dugaan Pelanggaran
Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani menilai bahwa Bawaslu bertugas pasif dan kontraproduktif. Sebab, Bawaslu dinilai hanya terfokus dengan alasan bahwa pelanggaran terjadi sebelum masa kampanye resmi dilaksanakan.
“Jangan dia ngeles tanggung jawab hanya masa kampanye saja, kalau gitu biar dicabut dananya pas di luar kampanye buat mereka. Bawaslu udah jelas dia punya tugas sosialisasi, mitra jejaring, dia bangun kanal komunikasi, dan lainnya, artinya seluruh proses pemilu,” ujar Ijul, sapaan akrabnya, dihubungi reporter Tirto, Selasa (21/11/2023).
Ijul menambahkan, meski bukan bagian dari kampanye, kehadiran Gibran dalam acara Silaturahmi Nasional Desa Bersatu, bisa diusut dalam ranah etika. Ia menjelaskan bahwa Bawaslu memiliki tiga fungsi dalam pengawasan etika, administrasi, dan penindakan.
Apalagi, beberapa waktu terakhir isu ketidaknetralan aparatur negara kian mencuat dan diduga berkepentingan memenangkan paslon tertentu. Bawaslu diharap melaksanakan tugasnya dengan aktif dan tidak berpihak.
“Ada yang dia lupa bicarakan, persoalan etiknya gimana? Maka bisa diartikan Bawaslu kehilangan sense moral dan etikanya, kalau begini sama saja persis seperti MK (Mahkamah Konstitusi), yang menjadi bagian agenda politik Gibran dan Jokowi,” ujar Ijul.
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta memprediksi, penanganan dugaan pelanggaran dalam acara tersebut hanya akan berakhir seperti kasus-kasus sebelumnya. Ia menilai Bawaslu tidak akan menindaklanjuti temuan itu dengan alasan tidak cukup bukti pelanggaran.
“Dan saya pikir ini menjadi bagian dari concern ya kita semua pada peran Bawaslu ini. Ini benar-benar bisa menjaga keadilan pemilu, kan yang kita jaga ini keadilan pemilu ya,” ujar Kaka dihubungi reporter Tirto, Selasa (21/11/2023).
Menurutnya, pelibatan perangkat desa akan menimbulkan kekacauan dalam Pemilu. Sebab, kata dia, perangkat desa akan mempunyai pilihan yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan polarisasi di masyarakat.
“Bahayanya adalah satu, tadi bisa terkotak-kotak masyarakat. Kedua, juga bisa terjadi penyalahgunaan sumber daya desa,” tegasnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri