tirto.id - Mitos-mitos terkait Omicron, varian baru virus SARS-Cov-2 penyebab COVID-19, terus bermunculan. Beberapa mitos-mitos tersebut berkaitan dengan gejala, sebagian lagi berkaitan dengan penerimaan vaksin.
Melansir Instagram resmi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta setidaknya terdapat lima mitos umum terkait Omicron yang beredar di masyarakat saat ini. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta menghimbau masyarakat untuk mewaspadai hoaks yang beredar belakangan ini.
"Bijaklah selalu dalam mencerna informasi jangan sampai termakan hoaks, ya, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami varian Omicron ini," terang Pemprov DKI, Selasa (22/2/2022).
Omicron merupakan varian baru virus corona penyebab COVID-19. Sejak dideteksi pada 2021 lalu, Omicron mendominasi banyak kasus positif COVID-19 di berbagai negara termasuk Indonesia. Di dalam negeri, kasus harian yang disebabkan oleh varian Omicron terus mengalami peningkatan.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Budi Gunadi Sadikin menyebutkan puncak kasus Omicron di Indonesia diprediksi akan terjadi pada akhir Februari 2022.
"Jumlah kasus akan bisa lebih besar 2-3 kali daripada puncak gelombang varian Delta," catat Satgas Penanganan COVID-19 dalam rilisnya.
Mitos dan Fakta COVID-19 Varian Omicron
Berikut daftar mitos dan fakta mengenai varian Omicron seperti yang disebutkan oleh Pemprov DKI Jakarta:
1. Gejala Omicron lebih ringan
Salah satu informasi yang salah mengenai varian Omicron adalah varian ini hanya menimbulkan gejala ringan.
Faktanya gejala COVID-19 yang disebabkan oleh Omicron memang berbeda dengan gejala varian lainnya. Beberapa penelitian membuktikan Omicron memang memiliki gejala yang lebih ringan dibandingkan varian Delta, namun penyebarannya lebih cepat.
Bagi lansia, orang dengan komorbid, serta orang yang belum menerima vaksinasi, infeski Omicron tetap berpotensi kematian.
2. Vaksin tidak mempan pada varian Omicron
Mitos kedua adalah vaksin tidak mempan melumpuhkan Omicron.
Faktanya vaksin merupakan proteksi terbaik dalam melawan varian Omicron. Pemrpov DKI Jakarta mengklaim bahwa 60 persen pasien Omicron di Indonesia yang meninggal dunia belum pernah divaksinasi sebelumnya.
Penelitian terbaru di Afrika Selatan menemukan bahwa orang yang sudah divaksinasi COVID-19 dan terinfeksi varian Omicron dapat mengembangkan perlindungan yang lebih baik terhadap varian SARS-CoV-2 lainnya.
“Semua infeksi SARS-CoV-2 memicu respons yang lebih baik pada individu yang sebelumnya divaksinasi daripada individu yang tidak divaksinasi,” kata Penny L. Moore, Ketua Penelitian DST/NRF Afrika Selatan Dinamika Virus-Host di Universitas Witwatersrand (Wits) dan Institut Nasional untuk Penyakit Menular, dan penelitian associate di CAPRISA, Universitas KwaZulu-Natal.
3. Orang yang tidak divaksin tidak kena gejala parah Omicron
Mitos lainnya terkait gejala Omicron adalah pendapat bahwa orang yang belum divaksinasi tidak akan mengalami gejala parah akibat Omicron.
Sayangnya, pendapat tersebut lagi-lagi kurang tepat. Menurut Pemprov DKI Jakarta, orang yang belum divaksinasi justru yang paling rentan tertular Omicron. Selain itu, pasien Omicron yang dirawat di rumah sakit kebanyakan belum divaksin COVID-19.
4. Omicron tidak bisa menginfeksi penyitas COVID-19
Beberapa orang berpendapat bahwa varian Omicron tidak dapat menginfeksi orang yang sebelumnya pernah terinfeksi COVID-19.
Pendapat ini tidak benar. Faktanya, orang yang pernah positif COVID-19 masih bisa terinfeksi varian Omicron. Oleh karena itu, orang yang sudah pernah terinfeksi sebelumnya tetap dianjurkan untuk vaksinasi.
5. Masker tidak bisa mencegah penularan Omicron
Mitos terakhir yang juga beredar saat ini adalah terkait efektivitas masker. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa penggunaan masker tidak bisa mencegah penularan Omicron.
Faktanya, disiplin protokol kesehatan menjadi upaya pencegahan terbaik untuk tidak tertular Omicron, termasuk mengenakan masker, mencuci tangan, mengurangi mobilitas, dan segera melakukan vaksinasi.