Menuju konten utama

Kepala Dukuh Karet Bantul Cabut Aturan Tolak Pendatang Non-Muslim

Slamet Jumiarto ditolak saat tinggal di Pedukuhan Karet dengan alasan ia adalah non-muslim.

Kepala Dukuh Karet Bantul Cabut Aturan Tolak Pendatang Non-Muslim
Slamet Jumiarto pendatang baru yang ditolak warga RT 08, Padukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta karena merupakan non muslim, Selasa (2/4/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Kepala Dukuh Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul Yogyakarta, Iswanto menyatakan mencabut aturan soal larangan pendatang non-muslim di wilayah itu. Pencabutan aturan ini menyusul keluarga Slamet Jumiarto (42) yang ditolak saat tinggal di Pedukuhan Karet dengan alasan ia adalah non-muslim.

"Peraturan dibuat tahun 2015 sampai sekarang diberlakukan. Karena ada permasalahan-permasalahan yang sifatnya, apa ya mendiskreditkan warga atau non-muslim atau undang-undang kami sepakat aturan itu kami cabut," kata Iswanto saat memberikan keterangan kepada wartawan, Selasa (2/4/2019).

Menurut dia, pencabutan aturan itu berdasarkan sejumlah pertimbangan karena tidak sesuai UUD 1945, yang melarang orang non-muslim bermukim di pedukuhan yang terdiri dari 554 kepala keluarga itu.

"Nantinya kita mengikuti peraturan yang ada di pemerintahan saja," katanya.

Iswanto menerangkan, lahirnya aturan itu dilatarbelakangi kekhawatiran warga soal pemakaman. Warga, kata dia, menghendaki pemakaman di dusun tersebut hanya khusus untuk muslim.

"[Aturan larangan pendatang non-muslim] Itu kan cuma mengantisipasi. Sebelumnya kan belum ada non-muslim yang dimakamkan di sini, itu usulan dari masyarakat," terangnya.

Sebelumnya, dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pendatang baru harus beragama Islam. Iswanto membenarkan adanya peraturan yang juga ia tandatangani itu.

Dalam aturan atau Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 memutuskan syarat-syarat bagi pendatang baru di Pedukuhan Pleret di antaranya adalah bersifat non-materi, bersifat material, dan sanksi.

Yang bersifat non materi adalah:

1. Pendatang baru harus Islam. Islam yang dimaksud adalah sama dengan yang dianut oleh penduduk Pedukuhan Karet yang sudah ada.

2. Tidak mengurangi rasa hormat, penduduk Pedukuhan Karet keberatan untuk menerima pendatang baru yang menganut aliran kepercayaan atau agama non-Islam seperti yang dimaksud ayat 1.

3. Bersedia mengikuti ketentuan adat dan budaya lingkungan seperti yang sudah tertata seperti: Peringatan keagamaan, gotong royong, keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan dan lain-lain.

4. Bagi yang pendatang baru baik yang menetap atau kontrak/indekos wajib menunjukkan identitas kependudukan asli dan menyerahkan fotokopiannya.

Yang bersifat meteri:

Bagi pendatang baru yang menetap dikenakan biaya administrasi sebesar Rp1.000.000 dengan ketentuan Rp600.000 masuk kas kampung melalui kelompok kegiatan Pedukuhan Karet dan Rp400.000 masuk kas RT setempat.

Sedang surat keputusan itu juga mengatur tentang saksi yakni teguran secara lisan, teguran tertulis, dan diusir atau dikeluarkan dari wilayah Pedukuhan Karet.

"Aturan dibuat sejak 2015 [...] Warga sudah sepakat sejak 2015. [...] Itu sudah ada aturan tertulis berlaku untuk semuanya, " kata Iswanto.

Baca juga artikel terkait KASUS INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Alexander Haryanto