tirto.id - Warga pendatang baru ditolak saat hendak tinggal di Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta karena beragama Kristen atau Katholik.
Penolakan itu dialami keluarga Slamet Jumiarto (42) yang akan menyewa rumah di RT 08, Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Bantul, DIY. Yang menjadi dasar penolakan itu adalah karena adanya aturan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kelompok Kegiatan (Pokgiat) tentang persyaratan pendatang baru.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa pendatang baru harus beragama Islam. Akan tetapi Slamet dan keluarganya beragama Katolik dan Kristen, sehingga ia ditolak untuk tinggal di kawasan itu.
"Saya menemui Pak RT untuk izin memberikan fotokopi KTP, KK dan surat nikah. Karena kami ini begitu dilihat kami non-muslim, Katolik dan Kristen, maka kami ditolak sama Pak RT 08," kata Slamet saat ditemui di rumah kontrakannya, Selasa (2/4/2019).
Penolakan warga pendatang beda keyakinan ini dibenarkan oleh Kepala Dusun Karet Iswanto saat ditemui di depan Kantor Desa Pleret, Selasa (2/4/2019). Ia membenarkan adanya peraturan yang juga ia tanda tangani itu.
Dalam aturan atau Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 memutuskan syarat-syarat bagi pendatang baru di Pedukuhan Pleret di antaranya adalah bersifat non-materi, bersifat material, dan sanksi.
Yang bersifat non-materi adalah:
1. Pendatang baru harus Islam. Islam yang dimaksud adalah sama dengan yang dianut oleh penduduk Pedukuhan Karet yang sudah ada.
2. Tidak mengurangi rasa hormat, penduduk Pedukuhan Karet keberatan untuk menerima pendatang baru yang menganut aliran kepercayaan atau agama non Islam seperti yang dimaksud ayat 1.
3. Bersedia mengikuti ketentuan adat dan budaya lingkungan seperti yang sudah tertata seperti: Peringatan keagamaan, gotong royong, keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan dan lain-lain.
4. Bagi yang pendatang baru baik yang menetap atau kontrak/indekos wajib menunjukkan identitas kependudukan asli dan menyerahkan fotokopiannya.
Yang bersifat materi bagi pendatang baru yang menetap dikenakan biaya administrasi sebesar Rp1.000.000 dengan ketentuan Rp600.000 masuk kas kampung melalui kelompok kegiatan Pedukuhan Karet dan Rp400.000 masuk kas RT setempat.
Sedang surat keputusan itu juga mengatur tentang saksi yakni teguran secara lisan, teguran tertulis, dan diusir atau dikeluarkan dari wilayah Pedukuhan Karet.
"Aturan dibuat sejak 2015 [...] Warga sudah sepakat sejak 2015. [...] Itu sudah ada aturan tertulis berlaku untuk semuanya," kata Iswanto.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri