Menuju konten utama

Kemnaker: Kami Tidak Menerima Protes Terkait Perppu Cipta Kerja

Indah Anggoro Putri menyatakan, pihaknya tidak akan mengakomodir protes dari kalangan usaha terkait penerbitan Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja.

Kemnaker: Kami Tidak Menerima Protes Terkait Perppu Cipta Kerja
Pekerja melintas saat jam pulang kerja di Kawasan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (3/1/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri menyatakan, pihaknya tidak akan mengakomodir protes dari kalangan usaha terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Hal ini menyusul adanya protes dilayangkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Banyak yang bilang Apindo protes, Apindo protes. Kami secara resmi memang tidak menerima protes terkait Perppu," kata Indah dalam konferensi pers, di Jakarta, Jumat (6/1/2022).

Dia tidak menampik, bahwa sebelumnya memang telah ada protes dari Apindo terkait dengan Permenaker 18 Tahun 2022 tentang Upah Minimum 2023 ke Mahkamah Agung (MA). Perkumpulan para pengusaha itu melayangkan gugatan uji materil Permenaker yang dianggap tidak memberikan kepastian hukum.

"Apindo protes terkait Permenaker 18 iya, sudah lakukan uji materil dan kamipun melalui biro hukum bersama sama menyiapkan tanggapan merespons tanggapan itu," jelas dia.

Indah mengklaim pemerintah sudah menyerap aspirasi sebelum Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini diteken. Serap aspirasi tersebut melibatkan banyak pihak, seperti serikat pekerja, perusahaan, dan pihak lainnya.

“Yang protes mungkin yang merasa keinginan atau sarannya tidak dipenuhi,” ujar Indah.

Pihaknya juga tidak melarang jika ada pihak yang ingin melayangkan aksi unjuk rasa, sepanjang tidak menganggu ketertiban umum.

“Sebagai regulator, kami tidak hanya melihat dari sisi. Tapi melihat kepentingan bersama. Win win solution,” ucap Indah.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyoriti beberapa pengaturan dalam klaster Ketenagakerjaan di Perppu berubah secara substansial. Formula penghitungan Upah Minimum (UM) yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu akan memberatkan dunia usaha, mengingat UU Cipta Kerja hanya mencakup 1 (satu) variabel yaitu pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

"Formula upah minimum yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu memberatkan dunia usaha," kata Haryadi dalam konferensi pers, Selasa (3/1/2023).

Mengacu pada pasal 88D Perppu Cipta Kerja, upah minimum yakni dihitung dengan menggunakan formula penghitungan upah minimum. Formula yang dimaksud adalah dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indek tertentu.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai formula penghitungan upah minimum diatur dalam peraturan pemerintah," bunyi pasal 88D ayat 3.

Upah minimum yang dimaksud berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun pada perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Haryadi formula upah minimum dalam Perppu akan menyebabkan penyusutan penyerapan tenaga kerja. Karena upah minimum Indonesia berpotensi menjadi yang tertinggi di ASEAN dalam lima tahun mendatang.

Dalam kondisi penciptaan lapangan kerja yang semakin menurun berdasar data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di mana dalam tujuh tahun terakhir daya serap pekerja turun tidak sampai satu pertiganya. Sehingga kebijakan kenaikan upah berdasar formula Perppu akan semakin membebani dunia usaha.

"Proyeksi yang dilakukan APINDO dengan mengolah dari berbagai sumber menunjukkan bahwa di tahun 2025 upah minimum di Indonesia akan menjadi yang tertinggi di ASEAN," jelasnya.

Selain penetapan upah minimum, pasal menjadi sorotan APINDO yakni mengenai pengaturan alih daya. Dalam Perppu Cipta Kerja pemerintah membebaskan atau tidak mengatur tentang batasan jenis pekerjaan alih daya atau outsourcing.

"Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis," bunyi Pasal 64 ayat 1 dikutip Tirto.

Baca juga artikel terkait POLEMIK PERPPU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang