tirto.id - Kementerian Sosial (Kemensos) RI tidak memungkiri bahwa kemiskinan adalah salah satu faktor yang memicu terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Plt. Kepala Biro Humas Kemensos RI, Romal Sinaga mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan kesejahteraan sehingga masyarakat yang masuk kategori miskin tak mudah terjebak menjadi korban perdagangan orang.
“Memang tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu akar permasalahan TPPO adalah kemiskinan, sehingga Kemensos terus melakukan upaya-upaya yang komprehensif,” kata Romal dihubungi reporter Tirto, Rabu (23/8/2023).
Bentuk upaya komprehensif tersebut, jelas Romal, melalui pemberdayaan ekonomi keluarga korban TPPO. Hal ini dilakukan agar mereka bisa mandiri secara ekonomi dan tidak mudah terpengaruh atas janji-janji manis bekerja di luar negeri.
Romal menambahkan, menurut catatan Kemensos dari awal Januari sampai dengan Agustus 2023, mereka telah memberikan layanan terhadap 621 orang korban TPPO dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial.
“Sementara di tahun-tahun sebelumnya, kami juga telah menangani ribuan korban TPPO. Kami memberikan layanan mulai dari rehabilitasi, pembinaan kesejahteraan, psikologis, hingga pelatihan vokasional dan kewirausahaan melalui Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) dan Sentra/Sentra Terpadu/Balai Besar yang tersebar di 37 titik di seluruh wilayah Indonesia,” ungkap Romal.
Romal mengatakan Kemensos juga menyiapkan infrastruktur yang mendukung ekonomi di wilayah sekitar tempat tinggal asal para korban TPPO, seperti yang sudah dilakukan di Kabupaten Malaka, NTT pada Juli 2023 lalu yang memiliki angka kasus TPPO cukup tinggi.
“Kemensos mendirikan saluran irigasi modern dan instalasi air bersih sehingga warga di Malaka terbantu dan memiliki aktivitas ekonomi, mereka bisa bertani dan keperluan air bersih terpenuhi,” tutur Romal.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Ratna Susianawati menyampaikan saat ini modus dan sasaran korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tidak hanya mengincar masyarakat kelas ekonomi rendah, tetapi juga masyarakat berpendidikan.
Menurut Ratna, pelaku TPPO saat ini tidak hanya menggunakan modus pekerja migran, melainkan mulai menjerat korban dengan iming-iming tawaran magang kerja, beasiswa, penjualan organ (ginjal), hingga pendapatan instan melalui online scamming atau judi online.
“TPPO merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang perlu penanganan secara komprehensif dari hulu sampai hilir. Kasus TPPO melibatkan banyak sindikat dengan jaringan yang besar dan luas, cakupannya bisa lintas batas negara,” kata Ratna dalam keterangan tertulis, Senin (31/7/2023).
Ratna menyatakan maraknya kasus perdagangan orang mendorong pemerintah untuk lebih waspada dan meningkatkan komitmen untuk memberantas TPPO. Hal itu dikarenakan dampak negatif yang ditimbulkan dari perdagangan orang sangat dirasakan bagi korban yang dieksploitasi secara fisik, seksual, ekonomi maupun pemerasan dan manipulasi.
“Di banyak kasus yang terjadi, teknologi bahkan dimanfaatkan oleh pelaku dalam setiap fase eksploitasi, mulai dari perekrutan, pengiklanan korban, bahkan manajemen keuangan dari bisnis pelaku pun dilakukan secara online,” kata Ratna.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto