tirto.id - Kementerian Pertanian (Kementan) mengeklaim bahwa Indonesia masih tercatat sebagai negara bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) sebelum adanya kasus PMK pada tahun 2022.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Karantina Hewan Kementan Wisnu Wasisa Putra dalam keterangan pers virtual bertajuk “Respon Isu Perkarantinaan”, yang diunggah lewat kanal YouTube Kementerian Pertanian RI pada Jumat (15/7/2022).
“Sebelum kejadian PMK di tahun 2022, Indonesia masih tercatat sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi yang diakui lembaga kesehatan hewan dunia World Organization for Animal Health [OIA atau Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan],” ucap dia.
Kasus wabah PMK pada hewan ternak pertama kali pada tahun 2022 ditemukan di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur (Jatim). Kala itu ada 402 ekor sapi terindikasi terjangkit PMK di lima kecamatan dan 22 desa pada 28 April 2022.
Wisnu juga menegaskan bahwa Badan Karantina Pertanian Kementan bersama Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan sudah melakukan respons cepat dan terukur dalam penanganan PMK melalui penerbitan beberapa Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan), surat edaran (SE), dan pedoman pelaksanaan pengawasan ternak setelah sejak ditemukan kasus PMK pertama kali.
“Kami mengimbau kepada pelaku usaha di bidang perdagangan hewan dan ternak baik di dalam negeri ataupun luar negeri untuk melaporkan ke kantor karantina pertanian terdekat apabila melalulintaskan baik ekspor atau impor atau antar area untuk menjamin kesehatan hewan tersebut,” kata dia.
Hal ini dilakukan, lanjut Wisnu, agar tidak merugikan masyarakat khususnya peternak akibat masuknya penyakit hewan ke wilayah Indonesia.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menduga kuat Badan Karantina Pertanian Kementan telah melakukan maladministrasi dalam bentuk kelalaian serta pengabaian kewajiban dalam melakukan tindakan pencegahan penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Tanah Air.
Hal itu disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers daring tentang “Dugaan Maladministrasi dalam Penanggulangan dan Pengendalian PMK”, yang disiarkan langsung via kanal YouTube Ombudsman RI, pada Kamis (14/7/2022).
“Ombudsman berpandangan, terdapat dugaan yang sangat kuat yang dilakukan oleh Badan Karantina dalam bentuk kelalaian dan pengabaian kewajiban dalam melakukan tindakan pencegahan, setelah mengetahui adanya dugaan kuat telah terjadi infeksi PMK di beberapa daerah di Indonesia,” ujar dia.
Yeka menuturkan, bahwa setiap negara memiliki unit instansi yang bertanggung jawab menjaga perbatasan (border) masing-masing terhadap masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular dari luar negeri.
Di Indonesia, tugas dan fungsi mencegah masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular termasuk penyakit eksotik seperti African swine fever (ASF) atau wabah demam babi Afrika, lumpy skin disease (LSD) atau penyakit kulit berbenjol, dan PMK, diemban oleh Badan Karantina Pertanian Kementan melalui unit kerjanya yaitu pusat karantina hewan dan keamanan hayati, dan unit pelaksanaan teknis (UPT) yang berada di setiap provinsi, pelabuhan, dan bandara.
Lanjut dia, tugas dan fungsi pencegahan tersebut juga meliputi pencegahan penyebaran penyakit di dalam negeri terutama antarpulau. Setiap tahunnya, Badan Karantina Pertanian Kementan menghabiskan anggaran kurang lebih Rp1 triliun.
“Tidak sedikit uang rakyat digunakan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi Badan Karantina ini. Namun demikian, lembaga tersebut gagal dalam membendung berbagai penyakit eksotik di wilayah Indonesia,” ungkap Yeka.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri