Menuju konten utama

Ombudsman: PMK Masuk ke RI sejak 2015, Tapi Ditutupi Pemerintah

Pemerintah tidak menyampaikan informasi kepada publik soal penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan ternak masuk ke Indonesia pada 2015.

Ombudsman: PMK Masuk ke RI sejak 2015, Tapi Ditutupi Pemerintah
Dokter hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara bersiap menyuntikan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) kepada sapi saat Vaksinasi PMK Hewan Ternak di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (8/7/2022). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo/aww.

tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) meyakini penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak masuk ke Indonesia sejak 2015. Akan tetapi, pemerintah menutup-nutupi informasi soal kasus PMK tersebut.

Hal itu disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers daring tentang “Dugaan Maladministrasi dalam Penanggulangan dan Pengendalian PMK” lewat kanal YouTube Ombudsman RI, Kamis (14/7/2022).

“Berdasarkan informasi dan dokumen yang dikumpulkan oleh Ombudsman RI, PMK kembali masuk ke Indonesia pada tahun 2015. Namun informasi ini tidak disampaikan kepada publik atau tepatnya saya katakan ditutup-tutupi oleh pemerintah saat itu,” kata Yeka.

Yeka menjelaskan kasus PMK kembali terdeteksi pada 2015 setelah Indonesia dinyatakan bebas dari PMK pada 1990 oleh Office des Internationale Epizootis (OIA/Badan Kesehatan Hewan Dunia) di bawah Food and Agriculture Organization (FAO/Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia).

“Kemarin satu abad periode sebelumnya, artinya mestinya itu sudah alarm merah bagi pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan yang dilakukan oleh Badan Karantina [Kementerian Pertanian RI],” sambung Yeka.

Yeka mengatakan Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) seharusnya memperketat lalu lintas hewan dan produk hewan di Indonesia sejak 2015. Kemudian, pemerintah pusat dan peemrintah daerah dapat memperkuat lembaga otoritas veterinernya.

Menurut Yeka, lembaga yang berhak melakukan justifikasi, pengujian, penyidikan, pemeriksaan, hingga soal epidemiologis adalah otoritas veteriner.

“Alih-alih memperkuat, banyak sekali justru di saat itu dari periode 2016 sampai 2019, banyak pemerintah daerah yang menghapuskan dinas peternakan dan kesehatan hewan,” kata dia.

Selain itu, Yeka menyebutkan tidak semua provinsi dan kabupaten/kota memiliki pejabat otoritas veteriner. “Inilah yang mengakibatkan juga lambatnya penanggulangan pengendalian wabah PMK ini,” ujarnya.

Meski begitu, Yeka mengapresiasi pemerintah dalam memberantas PMK dengan menerapkan vaksinasi massal dan serempak, dibarengi dengan pengendalian lalu lintas hewan ternak dan pemusnahan hewan ternak yang terkena PMK (stamping out).

“Sehingga, penularannya dapat dihentikan dalam waktu yang sangat cepat. Namun demikian, pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut dari peristiwa tersebut tidak dilakukan,” kata Yeka.

Baca juga artikel terkait WABAH PMK atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan