tirto.id - Rika Daru Efendi terpaksa menjual murah puluhan sapi-sapi miliknya. Kini hanya tersisa dua ekor sapi saja di kandang rumahnya yang berlokasi di Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Langkah ini dilakukan mengantisipasi menyebarnya Penyakit Mulut dan Kaki (PMK).
Sebelum wabah PMK menyerang, Rika memiliki sekitar 10-15 sapi di kandang yang berlokasi di Sentolo, Kulonprogo, DIY. Sementara di Sedayu, Rika memelihara delapan sapi.
"Di kandang saya, sudah saya habiskan (jual). Tinggal beberapa di rumah, dua ekor," sebutnya dihubungi kontributor Tirto, Selasa (14/1/2025).
Rika mengakui, melihat gejala PMK pada sapi-sapi peliharaannya. Salah satu sapi terlihat sedikit pincang yang merupakan salah satu gejala PMK.
"Saat ini ada gejala, sedikit agak pincang. Tapi yang saja jual kondisinya masih sehat semua, jadi belum ada gejala," jelasnya.
Rika mengatakan, wabah PMK menular dengan sangat cepat. Dia tak mau merugi lebih besar. Sehingga memilih banting harga. "Harganya hancur, selisihnya ada sekitar Rp2-3 juta. Laku Rp22 juta, padahal seharusnya kisaran Rp25 juta," katanya.
Rika pun mengaku belum berencana menambah sapi ke kandangnya. Namun, dia tetap melakoni jual beli sapi. "Kan mau Idulfitri dan Iduladha, rencana saat ini kandang belum saya masuki sapi. Saya ambilnya kalau mau dibawa ke pasar saja, dari petani langsung bawa ke pasar," jelasnya.
Terkait sapi yang mengalami gejala PMK, kini sudah mulai pulih. Sebab, sapi-sapi tersebut diberi multivitamin dengan perawatan ekstra.
"Saya kasih obat. Sampai saat ini enggak manggil dokter, sembuh. Karena udah lumayan gede," ujar Rika.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul, Joko Waluyo, mengatakan sebanyak 322 sapi terserang PMK. Jumlah kematian sapi mencapai 32 ekor dan dua harus dipotong paksa. Menilik kasus tersebut, DKPP Bantul pun menutup Pasar Hewan Imogiri.
"Harapan kami, dengan penutupan ini akan memutus rantai penyebaran virus PMK," sebut Joko.
Joko membeberkan, keluar masuk ternak di Bantul cukup tinggi. Selain itu, Bantul merupakan lumbung daging untuk kebutuhan di DIY. "Bantul penyuplai kebutuhan daging DIY, 70 persen kebutuhan daging DIY dari Bantul," bebernya.
Pasar Hewan Imogiri pun jadi tujuan peternak bukan hanya dari DIY, tapi juga ada yang datang dari Pacitan di Jawa Timur dan Wonogiri di Jawa Tengah.
"Pada hari ini juga kami lakukan disinfektan di Pasar Hewan Imogiri," sebutnya.
DKPP Bantul juga telah mendistribusikan 274 dosis vaksin PMK. Akhir bulan ini, DKPP Bantul akan menerima 30.000 dosis. DKPP Bantul pun masih mengusulkan penambahan vaksin melalui dana bantuan tidak terduga (BTT) untuk pengadaan obat.
"Kami juga sudah buat surat edaran ke panewu (setara camat) jangan panik dengan adanya PMK," bebernya.
Kasus PMK juga terjadi di Kabupaten Gunungkidul. Wabah menyerang hewan ternak di Padukuhan Wonolagi, Kalurahan Giriasih, Kapanewon Purwosari, Kabupaten Gunungkidul.
Dalam pekan terakhir Desember lalu, tiga ekor sapi dilaporkan mati, sementara 15 ekor lainnya jatuh sakit. Kerugian akibat kematian tiga ekor sapi itu diperkirakan mencapai Rp50 juta.
Dukuh Wonolagi, Waluyo, mengungkapkan bahwa kejadian ini membuat warga cemas. Pemerintah Kapanewon Purwosari segera bertindak untuk mencegah penyebaran penyakit. Petugas memberikan disinfektan untuk penyemprotan di sekitar kandang guna mengurangi risiko penyebaran melalui lalat atau nyamuk. Selain itu, sapi yang sakit diberikan obat yang disemprotkan ke mulutnya untuk dijilati, dengan harapan mempercepat proses pemulihan.
"Kami juga mengimbau warga agar menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar untuk meminimalkan risiko penularan. Langkah ini penting agar wabah tidak meluas lebih jauh," ungkap Waluyo.
PMK pada sapi tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) juga melaporkan kondisi yang sama. Namun, sebanyak 42 ekor hewan ternak yang sebelumnya mengalami penyakit mulut dan kuku saat ini sudah dinyatakan sembuh.
"Tidak ada kasus penyakit mulut dan kuku pada ternak di Nusa Tenggara Barat," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB, Muhamad Riadi, dikutip Antara.
Kasus penyakit mulut dan kuku di Nusa Tenggara Barat pertama kali dilaporkan pada 9 Mei 2022 di Desa Kelebuh, Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah. Jumlah ternak yang mengidap penyakit menular yang menyerang hewan berkuku belah mencapai 63 ekor.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, Jawa Barat, turut memperketat upaya pencegahan penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak setelah terdeteksi 10 kasus di wilayah tersebut sejak akhir Desember 2024.
“Terkait PMK, tetap kita antisipasi. Kami komunikasikan dengan dinas terkait untuk menangani masalah ini. Jangan sampai terjadi penyebaran lebih luas,” kata Penjabat (Pj) Bupati Cirebon Wahyu Mijaya dikutip Antara.
Berdasarkan data Dinas Pertanian (Distan) setempat, kata dia, kasus PMK ini tersebar di Desa Panggangsari, Dukuh Widara, dan Sukadana. Walaupun jumlahnya sedikit, penyakit ini dianggap sangat menular sehingga diperlukan penanganan cepat dan tepat.
Menurutnya, ada sejumlah opsi untuk menekan kasus PMK ini, misalnya dengan memperketat jalur distribusi hewan ternak ke Kabupaten Cirebon. Langkah ini, kata Wahyu, bisa saja dilakukan untuk memastikan bahwa hewan yang masuk ke Kabupaten Cirebon tidak membawa potensi penularan PMK.
“Jika kondisi mengharuskan, distribusi ternak akan diperketat. Namun selama situasi aman, kami akan tetap melakukan pengawasan dengan kondisi normal,” ujarnya.
Saran dari Peneliti
Direktur Halal Research Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, mengatakan bahwa PMK sangat menular. Dia bahkan menyamakan PMK seperti COVID-19.
"Karena virus menular lewat kontak fisik, cairan, dan udara," katanya dihubungi kontributor Tirto.
Nanung menyarankan, layanan dokter hewan semestinya dihentikan sementara. Sebab mereka berpotensi jadi penyebar virus PMK melalui pakaian, peralatan, dan tubuhnya.
"PMK itu menular lewat virus, bisa menempel pada makanan dan baju. Dokter hewan biasanya baru menemui atau merawat hewan yang sakit. Maka dokter hewan jadi pembawa virus juga, karena aktivitasnya berada di sekitar hewan sakit," tandasnya.
Nanung memberikan saran bagi peternak untuk meminimalkan risiko penularan PMK.
1. Peternak harus memberikan vaksin pada peliharaannya yang masih sehat;
2. Jaga makanan dan minum ternak;
3. Jangan biarkan ternak keluar kandang;
4. Jangan biarkan ternak makan bekas ternak lain;
5. Jangan campurkan ternak dalam satu kandang;
6. Peternak harus jaga kebersihan diri setelah bepergian, terutama pasar hewan, harus mandi dan ganti baju;
7. Rutin cek kondisi ternak tiap hari dan lapor ke dinas terkait bila menemukan gejala PMK;
8. Jangan ke dokter hewan.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Anggun P Situmorang