tirto.id - Kementerian Pertanian (Kementan) membantah temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Temuan ini menyebutkan bahwa kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak telah masuk ke Indonesia pada tahun 2015 lalu dan pemerintah menutup-nutupi informasi soal kasus PMK ini saat itu.
“Logikanya kalau ada kasus [pada] 2015, berarti sudah terjadi outbreak [Kejadian Luar Biasa] penyakit PMK seperti saat ini. Karena virus PMK penyebarannya cepat,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan Nasrullah kepada Tirto saat dikonfirmasi, Kamis (14/7/2022) sore.
Dia mengeklaim bahwa Kementan tidak memiliki catatan kasus PMK di Indonesia pada tahun 2015 lalu. “Tidak ada catatan kasus di kami [pada] tahun 2015,” ujar Nasrullah.
Bahkan dia menyebut Kementan sampai saat ini belum memperoleh informasi dan dokumen yang dimaksud dari temuan ORI soal kasus PMK tersebut. “Kami belum ada menerima [data] terkait hal itu dari Ombudsman,” tutur Nasrullah.
Menurut dia, suatu kasus harus memiliki bukti yang jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Yang namanya kasus itu harus punya evidence [bukti] yang clear [jelas], sesuai dengan aturan yang berlaku,” tandas Nasrullah.
Sebelumnya, Ombudsman RI meyakini PMK pada hewan ternak masuk ke Indonesia sejak 2015. Akan tetapi, pemerintah menutup-nutupi informasi soal kasus PMK tersebut.
Hal itu disampaikan Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers daring tentang “Dugaan Maladministrasi dalam Penanggulangan dan Pengendalian PMK” lewat kanal YouTube Ombudsman RI, Kamis (14/7/2022).
“Berdasarkan informasi dan dokumen yang dikumpulkan oleh Ombudsman RI, PMK kembali masuk ke Indonesia pada tahun 2015. Namun informasi ini tidak disampaikan kepada publik atau tepatnya saya katakan ditutup-tutupi oleh pemerintah saat itu,” kata Yeka.
Yeka menjelaskan kasus PMK kembali terdeteksi pada 2015 setelah Indonesia dinyatakan bebas dari PMK pada 1990 oleh Office des Internationale Epizootis (OIA/Badan Kesehatan Hewan Dunia) di bawah Food and Agriculture Organization (FAO/Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia).
“Kemarin satu abad periode sebelumnya, artinya mestinya itu sudah alarm merah bagi pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan yang dilakukan oleh Badan Karantina [Kementerian Pertanian RI],” sambung Yeka.
Yeka mengatakan Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) seharusnya memperketat lalu lintas hewan dan produk hewan di Indonesia sejak 2015. Kemudian, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat memperkuat lembaga otoritas veterinernya.
“Alih-alih memperkuat, banyak sekali justru di saat itu dari periode 2016 sampai 2019, banyak pemerintah daerah yang menghapuskan dinas peternakan dan kesehatan hewan,” kata dia.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri