tirto.id - Menteri Sosial Tri Rismaharini menyempatkan diri bertemu dengan NA, anak korban kekerasan seksual di Ende, Nusa Tenggara Timur.
NA menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh keluarga dekatnya. Risma berencana menyiapkan pendidikan dan pengembangan minat untuk NA.
Hal ini dilakukan Risma di tengah-tengah kunjungannya ke Flores pada Selasa (28/2/2023). Risma membujuk NA agar mau menjalani rehabilitasi di Sentra Efata, Kupang.
"Saya sampaikan ke NA, karena di daerahnya dia nggak punya siapa-siapa. Maka saya tawarin tinggal di Sentra di Kupang. Kami punya Sentra di Kupang," kata Risma dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto (2/3/2023).
Risma menjelaskan kepada NA, bahwa ada banyak anak dengan kasus serupa yang sedang menjalani rehabilitasi sosial di Sentra Efata Kupang.
"Alhamdulillah mau yang bersangkutan. Nanti dia akan kita ajak ke Kupang," ujarnya setelah 30 menit membujuk NA.
Selain pemulihan psikologis, Sentra Efata juga akan memfasilitasi pendidikan dan pengembangan minat NA.
Risma juga berkomunikasi dengan aparat penegak hukum agar pelaku kekerasan seksual terhadap NA diberi hukuman maksimal. Seperti diketahui, pelaku kekerasan seksual terhadap NA masih saudara sepupu yang tinggal bersamanya dan keluarga yang lain.
"Tadi saya komunikasi dengan Pak Kapolres dan Pak Kajari untuk bagaimana hukuman itu maksimal, karena jelas yang bersangkutan itu ada hubungan (keluarga)," kata Risma.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 jo. UU No. 35 tahun 2014 jo. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak dapat dipidana dengan maksimal 15 tahun.
Namun apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Melalui media monitoring, Kemensos melakukan scanning berita tentang masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2022, Kemensos melakukan respon kepada 6.627 kasus, dimana 741 kasus yang direspon adalah kasus anak dengan berbagai permasalahan.
"Kunjungan ini dilakukan dengan membaca di media scanning kami. Jadi setiap hari saya selalu menerima hasil scanning dari Biro Humas terkait scanning media maupun media sosial tentang macam-macam (masalah). Jadi ada yang sakit nggak bisa berobat. Nah ini kebetulan casenya adalah perkosaan," pungkas Risma.
Kasus kekerasan seksual masih menjadi perhatian penting Kemensos. Sepanjang tahun 2022, Kemensos melalui pendamping sosial di daerah telah menangani setidaknya 3.346 anak korban kekerasan seksual, angka ini belum termasuk 254 kasus yang direspon dari media monitoring yang viral di media massa. Dari 254 anak korban kekerasan seksual, 14 orang di antaranya adalah anak dengan disabilitas.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri