tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia mendorong polisi segera menangkap delapan pelaku kekerasan seksual (KS) terhadap anak di bawah umur di Bogor dan memprosesnya secara hukum yang berlaku untuk menegakkan keadilan.
“Semakin cepat kasus-kasus kekerasan terungkap, maka penegakan hukum dapat segera dilakukan dan pemulihan korban dapat segera ditangani,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar sebagaimana dikutip dari siaran pers KemenPPPA yang diterima Tirto pada Rabu (10/8/2022).
KemenPPPA menerangkan, bahwa para pelaku telah dilaporkan ke Kepolisian Resor (Polres) Bogor dengan tuduhan melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap seorang anak perempuan berusia 14 tahun. Nahar menuturkan, ayah kandung korban telah melaporkan terduga pelaku pada 30 Maret 2022 lalu ke Polres Bogor.
“Polisi telah menerima laporan dan kasus ini pun sudah tahap penyidikan, namun belum ada penahanan terhadap terlapor,” kata Nahar.
Sementara itu, melalui koordinasi dengan unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA) terungkap kasus pencabulan dan persetubuhan tersebut yang terjadi pada Desember 2021 di Kecamatan Tamansari, Bogor.
Kedelapan pelaku merupakan teman sebaya korban dan melakukan kekerasan seksual di bawah pengaruh minuman keras (miras) dan korban juga dipaksa untuk minum miras hingga mabuk.
Nahar pun menyebut bahwa peristiwa itu telah membuat korban trauma hingga berhenti sekolah.
“UPTD PPA Kabupaten Bogor sudah menerima pengaduan kasus ini dari orang tua korban pada 30 Maret 2022 dan kemudian melakukan pendampingan terhadap korban berupa pemeriksaan psikologis, konseling, dan terapi oleh psikolog UPTD PPA,” jelas dia.
Lanjut Nahar, KemenPPPA terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Bogor untuk memantau keadaan korban dan juga terkait proses hukum. KemenPPPA mendorong masyarakat berani secepatnya melaporkan setiap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak agar penanganan kasus secara hukum dapat segera dilakukan.
Adapun para pelaku bisa dikenakan Pasal 81 ayat (1), (2), (3) dan (6) Jo Pasal 76 D atau Pasal 82 (1), (2) dan (5) jo pasal 76 E Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri