tirto.id - Pemerintah akan menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2023 mendatang. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 yang telah ditandatangani pada 30 November 2022 lalu.
Dalam Perpres 130/2022 tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Kementerian Keuangan untuk menerapkan cukai dari produk plastik dan MBDK mulai tahun depan. Secara spesifik, Kepala Negara itu menargetkan penerimaan cukai plastik dan MBDK untuk 2023 sebesar Rp4,06 triliun. Besaran tersebut terdiri dari pendapatan cukai produk plastik sebesar Rp 980 miliar dan pendapatan minuman bergula dalam kemasan Rp 3,08 triliun.
Walaupun sudah dimuat dalam Perpres 130/2022, pengenaan cukai plastik dan MBDK rupanya baru sebatas perencanaan dalam penerimaan negara saja. Bukan berarti Kementerian Keuangan bisa menarik cukai kedua jenis barang tersebut.
"Target penerimaan MBDK dan cukai plastik 2023 itu adalah sifatnya perencanaan. Sama dengan yang kami lakukan pada 2022, tetapi implementasinya akan kami sesuaikan dengan ekonomi, sosial, dan pemulihan ekonomi pada 2023,"kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Rabu (21/12/2022).
Dia menuturkan tahun 2023 masih memiliki risiko cukup tinggi terhadap perekonomian, sehingga pemerintah berhati-hati dalam menerbitkan kebijakan. Pengenaan cukai dapat menambah penerimaan tetapi juga berdampak kepada konsumsi masyarakat.
Mandat pemungutan cukai plastik dan minuman berpemanis sebenarnya sudah tercantum sejak lama. Gagasan dari Kementerian Keuangan ini dilempar ke publik sejak 2016. Namun dalam perjalanannya, rencana itu timbul tenggelam, tak ada perkembangan.
Misalnya pada 2022 target pendapatan cukai plastik tertulis Rp1,9 triliun dan cukai MBDK Rp1,5 triliun. Namun, pengenaan cukai itu tak kunjung berlaku sehingga pendapatannya nihil.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini pihaknya memang sedang fokus membahas kemungkinan penambahan cukai pada plastik dan MBDK. Namun kebijakan ini diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Menurutnya, pertanyaanya yang sekarang dihadapi adalah apakah saat ini momentum tepat untuk menetapkan cukai. Sebab, kata dia, saat ini, Indonesia sedang dalam kondisi pemulihan ekonomi imbas dari pandemi COVID-19.
"Namun kami terus mendengarkan masukan dari publik, karena ini hal penting yang harus diimplementasikan,” katanya saat dikonfirmasi.
Dia mengatakan kajian soal cukai MBDK ini juga sudah pernah dibahas dengan kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, juga BPOM. Tapi di sisi lain, dia memahami bahwa cukai memang instrumen yang strategis untuk membatasi konsumsi MBDK. Sebab, Yustinus juga setuju banyak dampak buruk MBDK.
“Tantangannya justru pada aspek teknis administrasi, sebab minuman kemasan tak hanya yang resmi buatan pabrikan, tapi banyak yang beredar luas di masyarakat, bagaimana ini juga diatur,” katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin