tirto.id - Kementerian Keuangan terus mematangkan kebijakan pengenaan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Pengenaan cukai terhadap kelompok barang ini direncanakan diberlakukan tahun depan sebagai salah satu upaya menyokong penerimaan negara.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani menjelaskan, sejauh ini pihaknya masih mengkaji lebih jauh. Kajian dilakukan dari berbagai aspek mulai dari kesehatan, ekonomi dan sosial dan aspek tenaga kerja.
"Tahun depan ini, kita lihat kondisi aktual yang akan dijalani secara komprehensif," kata Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi Oktober, di Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Direktur Kebijakan Center or Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda sebelumnya mengatakan, cukai MBDK penting dalam kacamata kesehatan masyarakat. Sebab, kata dia, obesitas dan komplikasi diabetes menjadi salah satu penyebab angka kematian di Indonesia.
“Kalau kita lihat beban di Indonesia sudah besar namun, upaya pengendaliannya sangat terbatas,” kata Olivia dalam Twitter Space yang diadakan bersama Change.org Indonesia danKoalisi Food Policy Indonesia, dikutip Jumat (30/9/2022).
Olivia mengatakan gerakan masyarakat ini juga bertujuan membantu pemerintah membangun kesadaran publik akan bahaya diabetes. Sehingga pemerintah juga bisa menaruh perhatian lebih.
Menurut Olivia, sudah banyak negara yang menerapkan cukai MBDK, termasuk beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunei. Di negara-negara yang sudah mengenakan cukai pada produk MBDK ini, kata dia, konsumsi minuman berpemanis turun drastis setelah kebijakan fiskal ini diberlakukan.
Oleh karenanya, CISDI dan koalisi terus mendorong pemerintah agar mengambil kebijakan cukai ini. "Cukai ini efektif dalam mengendalikan konsumsi,” katanya.
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi krisis kesehatan yang mengkhawatirkan. Pada 2018, sebanyak 21,8 persen penduduk Indonesia mengalami obesitas. Bahayanya, obesitas menjadi faktor risiko munculnya berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes.
Jumlah ini berpotensi terus meningkat mengingat Indonesia menempati posisi ketiga di Asia Tenggara sebagai negara dengan konsumsi MBDK tertinggi. Tercatat, dalam 20 tahun terakhir konsumsi MBDK di Indonesia terus naik hingga mencapai 15 kali lipat. Sehingga, cukai MBDK menjadi salah satu solusi untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Penerapan cukai MBDK sudah diterapkan di lebih dari 49 negara. Studi Pan American Health Organization (PAHO) menunjukkan tarif cukai 20 persen efektif menurunkan konsumsi MBDK hingga 24 persen.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang