tirto.id - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, buka peluang memberikan insentif untuk produsen Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), ketika tarif cukai resmi dikenakan di tahun depan. Insentif diberikan dengan harapan agar para produsen tak mengerek harga jual ke konsumen saat tarif cukai MBDK resmi diberlakukan.
"Mungkin nanti kita akan bisa menyiapkan terkait dengan insentif-insentif yang bisa kita alokasikan kepada produsen itu sendiri, agar dia tidak menaikkan harga," ujarnya, saat ditemui awak media, di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Agus mengakui, dengan pelemahan daya beli masyarakat yang saat ini sedang terjadi, penetapan tarif cukai MBDK jelas akan menimbulkan dampak signifikan kepada konsumsi domestik. Kondisi ini sebagai imbas dari penyesuaian harga yang biasanya akan ditempuh produsen untuk menutup peningkatan biaya produksi setelah harus menyetor cukai MBDK kepada pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan.
"Ya kalau dampak, saya kira akan ada karena kalau kita banyak mendengar penjelasan bahwa ini daya beli dari masyarakat ini sedang melemah. jadi saya kira itu akan ada pengaruh dari harganya itu sendiri," kata dia.
Untuk menghindari dampak itu, Agus bakal melihat dan mempelajari terlebih dulu insentif apa yang dapat diberikannya kepada produsen.
"Insentif-insentif itu nanti bisa kita coba pelajari seperti apa," ucapnya.
Sebelumnya, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR) RI menyepakati rekomendasi penerapan tarif cukai MBDK minimal 2,5 persen pada 2025. Secara bertahap, tarif cukai minuman berpemanis akan dinaikkan hingga 20 persen.
“BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebesar minimal 2,5 persen pada tahun 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” kata Ketua BAKN DPR, Wahyu Sanjaya, dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
penerapan tarif Cukai MBDK minimal 2,5 persen dan bertahap menjadi 20 persen dimaksudkan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi. Pada saat yang sama, tarif Cukai MBDK tinggi ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pemerintah dalam memungut cukai rokok, selain juga bisa mengerek penerimaan negara.
“BAKN mendorong agar pemerintah mulai menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan untuk mengurangi dampak negatif tersebut serta untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari Cukai Hasil Tembakau,” jelasnya.
Menanggapi usulan ini, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani mengungkapkan, pihaknya masih harus melihat kondisi perekonomian Indonesia di tahun depan. Sebab, pungutan Cukai MBDK dengan tarif 2,5 persen di tahun 2025 hanya bisa dilakukan ketika ekonomi Indonesia di tahun itu tumbuh dengan maksimal.
Lebih penting dari itu, Cukai MBDK dengan tarif 2,5 persen baru bisa dipungut setelah mendapat restu dari pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Presiden Terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto.
“Itu nanti kita lihat tahun depan, kita belum ada punya inilah. Sangat tergantung kondisi tahun depan. Itu rekomendasi aja, tapi nanti tergantung pemerintah tahun depan. Semua aspek tentunya, jadi itu hanya masukan, sifatnya nanti lihat kondisi,” tegasnya, saat ditemui usai Rapat Kerja dengan BAKN dan Kementerian BUMN.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang