Menuju konten utama

Kemenkes: RUU Kesehatan Tak Sejajarkan Tembakau dengan Narkotika

Jubir Kemenkes Mohammad Syahril memastikan perlakuan tembakau dan alkohol sebagai zat adiktif berbeda dengan narkotika yang terdapat pelanggaran pidana.

Kemenkes: RUU Kesehatan Tak Sejajarkan Tembakau dengan Narkotika
Tangkapan layar - Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr. Mohammad Syahril pada Konferensi Pers Perkembangan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia secara daring di Jakarta, Selasa (1/11/2022). (Youtube/Kementerian Kesehatan RI)

tirto.id - Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menyatakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan tidak memperlakukan tembakau sama dengan narkotika.

Pernyataan itu merespons anggapan dari petani tembakau dan ekosistem industri hasil tembakau (IHT) bahwa Pasal 154 Draf RUU Kesehatan soal zat adiktif menjadikan tembakau sejajar dengan narkotika.

“Pengelompokan tersebut bukan berarti tembakau dan alkohol diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika di mana kedua unsur tersebut ada pelarangan ketat dan hukuman pidananya,” kata Syahril dalam keterangan tertulis, Jumat (14/4/2023).

Syahril menyatakan pengelompokan tembakau dan alkohol sebagai zat adiktif sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang Kesehatan yang saat ini berlaku.

“Tembakau, alkohol dan juga narkotika dan psikotropika dalam RUU hanya dikelompokkan kedalam pasal zat adiktif atau unsur yang memiliki ketergantungan jika dikonsumsi,” sambung Syahril.

Dalam keterangan terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi menyatakan tercantumnya tembakau dalam Pasal 154 Draf RUU Kesehatan karena alasan dampak bahaya merokok.

“Ini menjadi faktor risiko penyakit lain bukan hanya penyakit jantung atau kardiovaskuler tapi juga penyakit kanker atau penyakit kronik lainnya, dan pada akhirnya jadi beban ekonomi baik keluarga dan negara,” kata Nadia melalui pesan singkat kepada reporter Tirto, Kamis (13/4).

Meski begitu, Nadia bilang aturan ini tidak serta-merta membuat pemerintah tidak memedulikan atau angkat tangan terhadap nasib para petani tembakau.

“Tentunya banyak alternatif seperti misalnya pengalihan lahan tembakau, menambah keterampilan petani tembakau atau upaya lainnya untuk perlahan merubah atau alih pekerjaan,” ujarnya.

Sementara itu, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Aris Arif Mundayat menilai RUU Kesehatan dapat memangkas hak-hak konstitusional para pelaku usaha tembakau sampai para konsumen produk tembakau.

“Bahkan petani tembakau dapat kehilangan komoditas tembakau jika dipersepsikan sama dengan narkoba oleh aparat hukum. Perlindungan konstitusional mestinya harus jelas dan tegas agar tidak ada yang dirugikan," katanya dalam pernyataannya.

Merujuk draf RUU Kesehatan, pasal 154 ayat (3) berbunyi: zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Aris berpendapat RUU Kesehatan seharusnya dapat memberikan perlindungan konstitusional kepada ekosistem industri hasil tembakau.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan