Menuju konten utama

Kemenkes Nilai Penolakan RUU Kesehatan Hambat Perlindungan Nakes

Kemenkes menyatakan pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan justru berlaku pada undang-undang yang berlaku saat ini.

Kemenkes Nilai Penolakan RUU Kesehatan Hambat Perlindungan Nakes
Lima organisasi profesi kesehatan yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (Aset Bangsa) menggelar aksi damai menolak pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan di Kawasan Patung Kuda, Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Senin, (8/5/2023). tirto.id/Fajar Nur

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menilai penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berpotensi menghambat kebutuhan pelindungan hukum bagi tenaga kesehatan (nakes). Omnibus law di bidang kesehatan ini tengah di bahas oleh DPR RI dan pemerintah.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan justru berlaku pada undang-undang saat ini.

Menurut Syahril, tidak ada organisasi profesi dan individu yang bersuara maupun berinisiatif memperbaiki undang-undang yang berlaku hampir 20 tahun tersebut.

Syahril mengatakan DPR RI justru memulai inisiatif memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum bagi nakes menjadi lebih baik melalui RUU Kesehatan.

“Menolak RUU (Kesehatan) akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes,” kata Syahril di Jakarta, Jumat (12/5/2023).

Salah satu usulan peraturan dalam RUU Kesehatan yang dianggap bermasalah oleh organisasi profesi medis adalah situasi di mana dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.

Padahal, jelas Syahril, aturan tersebut adalah aturan lama yang sudah berlaku di UU Praktik Kedokteran 29/2004 saat ini. Dalam pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004 disebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

“Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu sih organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?,” ujarnya.

Menurut Syahril, pasal-pasal tersebut masih dalam pembahasan oleh DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki dalam RUU Kesehatan. Dalam RUU Kesehatan Pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah, persoalan tersebut diselesaikan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perselisihan.

Pasal 282 ayat DIM pemerintah juga menyinggung soal antiperundungan (anti-bullying). Di sana dijelaskan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan.

“Pelindungan bagi peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan dari kekerasan fisik, mental dan perundungan juga tertuang dalam Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah,” kata Syahril.

Pada Pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah, lanjut Syahril, proteksi tenaga kesehatan dan tenaga medis juga dijamin dalam keadaan darurat. Nakes yang melaksanakan upaya Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan wabah berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugas.

“DPR dan pemerintah masih membahas pasal pelindungan hukum dan mengundang masukan dari publik. Meminta proses pembahasan RUU Kesehatan untuk distop bukanlah solusi,” imbuh Syahril.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan