tirto.id - Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, mengamankan produk baja impor yang diduga tidak memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) senilai Rp41,68 miliar.
"Kemendag merespons adanya informasi maraknya importasi bahan baku produk baja lembaran lapis seng (BjLS) dan galvanized steel coils with alumunium zinc alloy (BjLAS) asal Tiongkok, serta peredaran BjLS tidak memenuhi kualitas yang dipersyaratkan secara teknis," kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan lewat keterangannya di Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Setelah diuji, produk-produk tersebut dinyatakan tidak memenuhi ketentuan SNI, yakni SNI 07-2053-2006 dan SNI 4096:2007. Produk baja yang diamankan tercatat seberat 2.128 ton dengan nilai mencapai Rp41,68 miliar.
Produk baja yang diamankan berupa BjLS dan galvanized steel coils yang digunakan sebagai bahan baku, serta BjLAS dengan berat sekitar 2.128 ton senilai Rp41,68 miliar. Tindakan pengamanan sementara itu dilakukan di dua perusahaan sekaligus di Serang, Banten dan Surabaya, Jawa Timur.
Pelaku usaha tersebut telah mengimpor bahan baku dari Tiongkok berupa galvanized steel coils yang diduga tidak memenuhi standar, memproduksi BjLS yang tidak sesuai SNI, dan memperdagangkan produk tersebut tanpa memiliki SPPT-SNI dan NPB.
Tindakan tersebut berpotensi melanggar UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan, dan Permendag Nomor 69/2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa. Pelaku usaha tersebut tetap memperdagangkan dengan harga jual yang lebih murah.
Hal itu menimbulkan persaingan tidak sehat karena dapat mematikan industri dalam negeri untuk produk sejenis.
Tindakan pengamanan sementara, lanjut Zulkifli, dilakukan untuk meminimalisasi kerugian konsumen. Pengamanan dilaksanakan berdasarkan Pasal 40 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69/2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa.
“Pengamanan sementara ini merupakan pencegahan awal untuk meminimalisasi kerugian konsumen dalam aspek keselamatan, keamanan, kesehatan konsumen dan lingkungan hidup (K3L),” jelas Zulkifli.
Perdagangan produk BjLS harus memenuhi persyaratan mutu SNI, dan pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8/ 1999 dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Selain itu, pelaku bisa dikenai sanksi sesuai Pasal 113 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Zulkifli menekankan perlindungan konsumen atas kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa harus menjadi komitmen penting bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memastikan seluruh kewajibannya telah dipenuhi dan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan telah sesuai dengan persyaratan teknis yang diwajibkan.
“Segala bentuk pelanggaran yang terjadi akan dilanjutkan ke ranah penegakan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku. Ini bukti Kementerian Perdagangan terus melindungi industri dalam negeri dan konsumen Indonesia," tegas Zulkifli.