tirto.id - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus meningkatkan jumlah tenaga kerja konstruksi kompeten dan bersertifikat melalui program sertifikasi.
Jumlah tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat baru sekitar 500 ribu dari 8,1 juta tenaga kerja konstruksi.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, akan terus melanjutkan percepatan program sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi Indonesia pada tahun 2019.
Program pelatihan dan sertifikasi diselenggarakan bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari perguruan tinggi, asosiasi perusahaan konstruksi, BUMN konstruksi, dan juga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
“Kita memasuki era kompetisi. Dalam era kompetisi ini, bukan proteksi yang dikedepankan, tapi kompetensi, khususnya di bidang konstruksi. Kita tidak mungkin menahan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Untuk memenangkan kompetisi, kita harus lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik,” kata Menteri Basuki beberapa waktu lalu.
Untuk meningkatkan ketepatan data tenaga kerja konstruksi, Kementerian PUPR menjalin kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri.
Penandatanganan kerjasama dilakukan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yaya Supriyatna dan Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Gunawan di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Turut hadir Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Ditjen Bina Konstruksi Dewi Chomistriana.
Dirjen Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin dalam sambutannya yang dibacakan Sesditjen Bina Konstruksi Yaya Supriyatna mengatakan, dengan adanya sinkronisasi data antara Ditjen Bina Konstruksi dengan Ditjen Dukcapil, permasalahan yang terjadi selama ini dalam proses verifikasi, validasi dan pemutakhiran data peserta pelatihan/uji sertifikasi kompetensi konstruksi dapat diminimalisir.
Data kependudukan juga akan menyempurnakan sistem informasi tenaga kerja konstruksi (Dayanaker) yang dikelola oleh Ditjen Bina Konstruksi yang menyajikan data tenaga kerja konstruksi tenaga ahli dan tenaga terampil yang sudah dilatih dan memiliki sertifikat kompetensi.
Sehingga Sistem Dayanaker menjadi acuan bagi semua penyedia jasa dalam mempekerjakan tenaga kerja konstruksi.
“Bila kita sudah memiliki data yang otentik dan dapat dipertanggungjawabkan akurasinya, maka akan memudahkan pembuat kebijakan dalam menetapkan standar remunerasi pekerja. Selain itu menyusun kebijakan pembangunan konstruksi yang lebih holistik,” kata Syarif dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (25/1/2019)..
Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Yaya Supriyatna menambahkan permasalahan yang terjadi di lapangan diantaranya data dukung yang disampaikan dalam proses sertifikasi tidak sesuai dengan data diri tenaga kerja.
“Hal ini membuat proses sertifikasi menjadi berjalan lebih lama dikarenakan harus dilakukan verifikasi manual dengan waktu sekitar enam hari. Dengan adanya kerjasama pemanfaatan data kependudukan, proses verifikasi akan lebih cepat dalam hitungan jam,” kata Yaya.
Sesuai UU No.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, setiap tenaga kerja yang bekerja di sektor konstruksi harus memiliki sertifikat kompetensi kerja.
Sertifikat diterbitkan oleh Lembaga yakni LPJK yang mendapatkan kewenangan dari Menteri PUPR untuk melakukan proses sertifikasi dan registrasi.
Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Gunawan mengatakan, melalui kerjasama ini pihaknya akan memberikan hak akses data catatan sipil kepada Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR.
“Jadi yang kami berikan bukan berupa data keseluruhan catatan sipil, karena aturannya tidak memperbolehkan. Kami hanya memberikan hak akses untuk keperluan terbatas, dalam hal ini data yang diperlukan untuk verifikasi data tenaga kerja konstruksi melalui data NIK,” ujar Gunawan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Yandri Daniel Damaledo