Menuju konten utama

Kematian Antraks di Gunungkidul Dipicu Konsumsi Ternak Mati

Dua ternak milik seorang warga bernama KR mati pada 18 dan 20 Mei 2023. Ternak-ternak ini disembelih dan dibagikan dagingnya kepada warga untuk dikonsumsi.

Kematian Antraks di Gunungkidul Dipicu Konsumsi Ternak Mati
Seorang warga menunjukkan penyakit di tangannya yang diduga antraks di Desa Toto Utara, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Jumat (24/11/2017). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan kronologi kasus kematian terkait antraks di Gunungkidul, Yogyakarta. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi.

“Jadi kita awali dulu dari kasus kematian sapi tanggal 18 Mei, disembelih dan dibagikan kepada warga untuk dikonsumsi. Jadi ini yang menjadi salah satu penyebab penyebarannya,” kata Imran dalam konferensi pers yang diikuti reporter Tirto secara daring, Kamis (6/7/2023).

Mulanya ada sapi milik seorang warga bernama KR mati pada tanggal 18 Mei 2023. Sapi ini disembelih dan dibagikan dagingnya kepada warga untuk dikonsumsi.

Dua hari berselang, tepatnya tanggal 20 Mei, kambing milik KR juga mati dan kembali disembelih untuk dibagikan dagingnya kepada warga.

Kemudian muncul lagi kasus kematian sapi yang kali ini dimiliki oleh SY. Kejadian di tanggal 22 Mei ini juga serupa, sapi mati tersebut disembelih dan dibagikan dagingnya kepada warga.

Seorang warga bernama WP, yang ikut menyembelih sapi tersebut, meninggal pada tanggal 4 Juni 2023 lalu dan teridentifikasi terpapar spora bakteri antraks.

“Tanggal 1 Juni WP masuk ke rumah sakit dengan keluhan gatal-gatal, bengkak, dan luka. Waktu diperiksa ada sampel-nya positif spora antraks dari tanah tempat penyembelihan sapi tadi,” terang Imran.

Menurut pemaparan Imran, di tahun ini sudah ada tiga orang meninggal di Gunungkidul terkait bakteri antraks. Satu orang teridentifikasi sebagai suspek antraks, dan dua lainnya memiliki gejala dan kontak erat dengan hewan ternak yang terpapar bakteri antraks.

Imran menambahkan, kasus antraks hampir terjadi tiap tahun di Gunungkidul dalam 5 tahun terakhir. Kasus paling tinggi terjadi pada tahun 2019 dengan 31 kasus, dan tahun 2022 dengan 23 kasus. Kasus kematian baru tercatat terjadi di tahun ini.

“Satu dinyatakan suspek karena sudah ada hasil pemeriksaan lab. Yang dua ini belum sempat dilakukan pemeriksaan karena langsung meninggal,” jelas Imran.

Adapun Imran menyatakan bahwa Kemenkes telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk kewaspadaan bagi semua fasilitas kesehatan di Yogyakarta.

“Bukan hanya di Gunungkidul tapi di kab yg lain-lain mengingat spora bisa terbang ke mana-mana dan kita tahu minggu lalu ada gempa, sehingga kita berikan kewaspadaan kepada semua faskes di Yogya,” sambungnya.

Dilakukan juga penyelidikan epidemiologi dan melakukan sero survei terhadap populasi berisiko di daerah tempat penyembelihan hewan ternak mati.

“Kita berikan terhadap populasi berisiko, jadi ada yang sudah terpapar dan hasil titer juga positif, kita berikan pengobatan,” ungkap Imran.

Imran menambahkan, hingga saat ini menurut hasil sero survei ada sedikitnya 85 warga yang dinyatakan positif gejala antraks dan tengah diupayakan pemberian obat-obatan.

“Tidak perlu dilakukan karantina karena tidak menular antar orang ke orang, namun memang betul sporanya itu lama jadi terkait PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) itu sangat penting,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS ANTRAKS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri