Menuju konten utama

Antraks Muncul Kembali, Perlukah Warga Kota Turut Waspada?

Antraks mungkin terjadi di perkotaan bila mobilitas atau penjualan daging tidak sesuai pengaturan.

Antraks Muncul Kembali, Perlukah Warga Kota Turut Waspada?
Ilustrasi antraks. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Bagi banyak orang, terutama yang tinggal di kawasan perkotaan, membaca berita tentang kemunculan kembali kasus antraks, seolah bukan lagi hal yang mencemaskan. Kasus antraks seolah identik dengan kasus yang biasa terjadi di kawasan peternakan, jauh dari perkotaan.

Padahal untuk kasus penyakit antraks, warga kota juga harus waspada. Hal ini diungkapkan oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI).

“Di perkotaan juga memungkinkan terjadinya kasus penyakit antraks. Ini kalau mobilitas atau penjualan daging tidak sesuai pengaturan,” jelasnya.

Ia mengimbau, warga kota harus tetap waspada karena ada daging dan produk daging yang bila dimakan bisa menyebabkan antraks saluran cerna. Atau orang yang mengolah daging dan produk dari hewan sakit antraks bisa mengalami sakit antraks kulit atau pernapasan.

Di kawasan perkotaan seperti Jakarta, belum ditemukan kasus antraks positif pada manusia. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI, Ngabila Salama mengatakan "Selama ini, belum ditemukan kasus antraks positif pada manusia di DKI Jakarta. Tapi pada 2012, pernah ditemukan kasus antraks terhadap sapi di Jakarta. Namun, tidak ada kasus pada manusia."

Nadia juga berpesan, untuk ibu-ibu di rumah, harus waspada bila akan membeli dan mengolah daging sapi atau kambing agar terhindar dari penyakit antraks.

“Daging antraks tidak bisa dikenali kasat mata. Jadi, jangan mudah percaya kalau ada yang jual dengan harga jauh lebih murah dari pasaran. Pastikan membeli daging dari RPH resmi. Dan masak daging sampai matang. Bila merasa sakit, segera ke faskes, terutama setelah mengonsumsi daging.” ujarnya.

Kasus antraks terjadi di Dukuh Jati, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tiga orang meninggal dunia pada Mei hingga Juni 2023 akibat mengonsumsi daging sapi yang mendadak mati dan sudah dikubur.

Dari tiga kasus yang meninggal, satu kasus dilakukan pengambilan sampel dan diagnosis suspek antraks. Sedangkan dua kasus sisanya tidak sempat diperiksa di laboratorium karena langsung meninggal. Keduanya memiliki gejala dan riwayat berhubungan dengan hewan ternak yang terjangkit antraks.

Kemenkes RI mengungkapkan, selama lima tahun terakhir, kasus antraks di DIY hampir terjadi setiap tahun. Hanya 2021 yang dilaporkan tidak ada kasus antraks di wilayah tersebut. Kematian karena antraks baru terjadi pada 2023.

Kasus paling tinggi tercatat di 2019, dengan jumlah mencapai 31 kasus. Pada 2020, kasus yang terlapor hanya tiga. Di 2022 berjumlah 23 kasus, dan pada 2023 terdapat sembilan kasus dengan tiga kematian.

Gunung Kidul sendiri telah dinyatakan sebagai wilayah endemis antraks oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI).

Di Indonesia terdapat 14 provinsi yang memiliki daerah endemis antraks, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Gorontalo.

Dalam konferensi pers daring 6 Juli 2023 lalu, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan RI), drh. Nuryani Zainuddin menyampaikan, “Suatu wilayah yang telah tersebar spora dan bakteri antraks di dalamnya, akan sulit terlepas dari kasus penyakit tersebut. Antraks tidak bisa dibebaskan, tapi hanya bisa kita kendalikan.”

Infografik Antraks

Infografik Antraks. tirto.id/Quita

Lebih Dalam tentang Antraks

Menurut Kemenkes RI, antraks adalah suatu penyakit zoonosis atau penularan penyakit dari binatang ke manusia.

Penyakit ini digolongkan sebagai occupational disease (penyakit akibat pekerjaan) yang terutama menyerang peternak, petani, pekerja yang memproses kulit, bulu, tulang, dan bahan asal hewan lainnya. Juga menyerang dokter hewan. Antraks sering disebut juga sebagai penyakit tanah.

Antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, atau domba.

Bakteri penyebab antraks ini bila kontak dengan udara akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu. Bakteri ini dapat bertahan sampai lebih dari 40 tahun di dalam tanah.

Spora antraks juga dapat menempel pada daun atau rumput, dan dapat menular ke hewan ternak. Manusia bisa terinfeksi jika mengonsumsi hewan ternak tersebut.

Ada tiga tipe antraks menurut cara penularannya, yaitu antraks cutaneous (kulit), antraks inhalation (paru), dan antraks gastrointestinal (pencernaan).

Pada manusia, gejala klinis antraks cutaneous (kulit) adalah rasa gatal pada kulit, lesi (keadaan jaringan abnormal pada tubuh) yang khas atau disebut pustula maligna.

Dalam 2-6 hari, berubah menjadi jaringan parut hitam (eschar) yang dikelilingi oleh edema (pembengkakan bagian tubuh tertentu karena terdapat penumpukan cairan berlebih) dalam skala sedang hingga berat. Gejala lainnya, rasa sakit tidak terasa kecuali terjadi infeksi sekunder.

Sedangkan gejala klinis pada antraks inhalation (paru), gejala awal sangat ringan dan tidak spesifik (demam, lemas, batuk ringan, dan sakit dada). Gejala akut berupa gangguan pernapasan, demam dan syok. Dapat juga menimbulkan kompilasi, di antaranya meningitis.

Untuk gejala klinis antraks gastrointestinal (pencernaan) adalah radang usus akut, mual-mual, muntah, demam, nyeri perut, muntah darah, dan diare berat. Terjadi gangguan menelan, pembengkakan kelenjar limfe leher dan sekitarnya. Antraks pencernaan ini menyebabkan 25-60% penderita meninggal dunia.

Pada hewan, gejala klinisnya berupa demam tinggi pada awal infeksi, gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, dan berujung kematian. Gejala lain yang biasa terjadi, seperti perdarahan di lubang hidung dan mulut hewan.

Tidak jarang hewan ternak mengalami kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis. Menurut Nadia, hewan mati yang terinfeksi tidak boleh dibakar, karena sporanya bisa beterbangan ke mana-mana.

Antraks dapat menular kepada manusia melalui tiga cara. Melalui kulit dengan menyentuh produk dari hewan yang terkontaminasi seperti tulang, rambut, dan wol (berasal dari domba).

Selain itu, infeksi pada kulit juga dapat terjadi saat bakteri memasuki tubuh melalui luka atau goresan pada kulit. Bisa juga karena infeksi melalui vektor berupa lalat yang membawa spora dari hewan terinfeksi.

Cara penularan ke dua, melalui inhalasi atau menghirup (mengisap) spora dari bakteri antraks. Penularan ke tiga, melalui pencernaan, dengan mengonsumsi daging dari hewan yang sakit atau terkontaminasi bakteri antraks.

Untuk pencegahan dan penanggulangan antraks, bisa dilakukan dengan cara vaksinasi serta monitoring hewan yang masuk dan keluar di daerah endemis. Melaporkan jika ada hewan yang terlihat sakit atau mati mendadak. Mengasingkan hewan yang sakit agar tidak ada penularan pada hewan ternak.

Tidak menyembelih hewan yang menunjukkan gejala sakit dan tidak melakukan pembedahan pada hewan yang mati secara mendadak.

Hasil produksi dari hewan terduga antraks tidak boleh dikonsumsi atau digunakan. Harus segera dimusnahkan.

Langkah pencegahan dan penanggulangan antraks selanjutnya, memusnahkan bangkai hewan yang diduga mati karena antraks. Caranya, kubur dalam lubang sekurang-kurangnya sedalam 2 meter. Kemudian tanah diberi disinfektan.

Beri tanda dan hindari adanya hewan pemakan daging dan perluasan penyakit melalui serangga dengan penggunaan antiserangga.

Jangan meliarkan hewan ternak mencari makan sendiri. Disinfektan rutin kandang ternak. Dilarang mengambil daun atau rumput dari tanah yang pernah ada riwayat hewan ternak antraks.

Mengolah tanah bekas hewan ternak antraks dikubur, juga berbahaya karena spora dapat naik ke permukaan.

Baca juga artikel terkait ANTRAKS atau tulisan lainnya dari Glenny Levina

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Glenny Levina
Penulis: Glenny Levina
Editor: Lilin Rosa Santi