Menuju konten utama
4 Maret 1519

Kekejaman Hernan Cortes saat Menaklukkan Meksiko

Zirah yang robek.
Salib-salib terkerek
di jantung Aztec.

Kekejaman Hernan Cortes saat Menaklukkan Meksiko
Ilustrasi Hernan Cortes. tirto.id/Gery

tirto.id - Sejak awal abad ke-14 sampai akhir abad ke-18, Eropa sedang memasuki periode Zaman Penjelajahan. Orang-orang Eropa mulai berlayar mencapai daerah baru yang umumnya merujuk pada benua Amerika atau daerah lain yang belum pernah diketahui sebelumnya. Sebuah periode yang menandai dimulainya era kolonialisme.

Dari sederet tokoh Eropa yang muncul memimpin ekspedisi pelayaran dan penaklukan, nama Hernan Cortes mencuat sebagai orang Spanyol yang sukses menundukkan Meksiko secara penuh. Cortes adalah tipikal orang yang keras, tak mudah patuh pada perintah atasan dan pada gilirannya memenuhi ambisi dirinya sendiri.

Jasa Cortes tentu saja besar bagi kerajaan Spanyol dan bisa dianggap sebagai pahlawan. Sementara di Meksiko, ia jadi sosok yang kontroversial terutama hubungan buruknya dengan para penduduk asli.

Ketika Cortes menginjakkan kakinya di tanah Meksiko, daerah itu sudah punya peradaban maju yang dibangun suku bangsa Aztec. Para penulis Eropa sering menonjolkan orang-orang Aztec sebagai masyarakat kanibal, gemar mempersembahkan kurban manusia di atas altar batu, dan sederet tindakan lain yang dianggap amoral.

Namun narasi tandingan seperti karya Matthew Restall, When Montezuma Met Cortés: The True Story of the Meeting that Changed History (2018), menyebut bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan, layaknya mencampurkan legenda dengan fakta sejarah.

Perilaku Cortes sendiri tak jauh lebih baik. Ia merampas tanah dan menyerobot emas. Banyak dari penduduk asli dijadikan budak, terbunuh, termasuk karena wabah penyakit cacar yang ditularkan orang-orang Eropa. Ia juga membawa Katolik sebagai agama baru yang dipeluk oleh penduduk asli menggantikan kepercayaan lokal.

Hampir 500 tahun berselang, Paus Fransiskus, selaku pemimpin tertinggi otoritas Gereja Katolik, pernah meminta maaf pada Februari 2016. Ini tak lepas dari desakan beberapa komunitas adat di Meksiko yang menilai Gereja Katolik terlibat dan bersekutu dengan para penjajah macam Cortes. Akibatnya, budaya, bahasa, agama, dan nilai-nilai Spanyol lainnya dipaksakan kepada rakyat Meksiko.

“Beberapa orang menganggap nilai, budaya dan tradisi Anda lebih rendah. Yang lain dimabuk oleh kekuatan, uang dan tren pasar, mencuri tanah Anda atau mencemarinya. Betapa menyedihkan,” kata Paus Francis seperti dikutip dari BBC.

“Seberapa berharganya bagi kita masing-masing untuk memeriksa hati nurani kita dan belajar mengatakan, Maafkan aku!”

Awal Mula Petualangan Cortes

Bernama lengkap Hernán Cortés, marqués del Valle de Oaxaca, ia lahir di Medellin, provinsi Extremadura, Spanyol pada 1485 dari pasangan Martin Cortés de Monroy dan Catalina Pizarro Altamirano. Keluarganya merupakan golongan priyayi yang dihormati meski tak sekaya dan sebesar priayi lainnya.

Cortes, yang dikenal sebagai penakluk sukses, sejatinya tak punya jam terbang tinggi dalam hal perang. Pendidikan terakhirnya adalah ilmu hukum di University of Salamanca dan tidak tamat. Baru dua tahun kuliah, ia merasa bosan dan memutuskan berhenti. Cortes berpaling dari dunia pendidikan dan mulai terpesona dengan kisah-kisah penemuan emas dan kekayaan lainnya di Dunia Baru.

Apa yang dimaksud dengan "Dunia Baru" di zaman itu adalah daratan benua Amerika. Kata tersebut muncul pada abad ke-15 berbarengan dengan dimulainya Zaman Penjelajahan. Penyebutan Dunia Baru muncul karena sebelumnya orang Eropa hanya menganggap bahwa dunia ini diisi oleh daratan Eropa, Asia, dan Afrika (Dunia Lama).

Cortes berlayar menuju kota Azua di Hispaniola (kini di Republik Dominika) pada 1504 saat umurnya masih 19. Menghabiskan waktu selama tujuh tahun, ia diketahui pernah bekerja sebagai notaris dan petani. Pengalaman menaklukkan Dunia Baru datang saat ia bergabung bersama ekspedisi Diego Velázque ke Kuba pada 1511.

Velázque sukses menguasai Kuba dan mendapat jabatan sebagai Gubernur, sedangkan Cortes bekerja sebagai pegawai bendahara dan pernah menjabat walikota Santiago. Pengalaman selama menaklukkan Kuba bikin Cortes terobsesi memimpin sebuah ekspedisi sendiri. Ia kemudian minta izin ke Velázque pada 1518 untuk berangkat ke Meksiko.

Velazque mulanya sempat mengizinkan. Tapi belakangan ia punya firasat tak enak kepada Cortes yang dipandang punya potensi menjadi seseorang yang haus kekuasaan. Singkatnya, Cortes tetap berangkat pada 1519 meski tak dapat restu Velázque.

Menggerogoti Pinggiran Meksiko, Menaklukkan Aztec

Pada 4 Maret 1519, tepat hari ini 499 tahun lalu, iring-iringan Cortes berisi sekitar 600 pria, termasuk para budak dari Afrika, deretan kuda, dan artileri mulai memasuki kawasan Meksiko. Beragam versi memunculkan nama lokasi yang menjadi pendaratan pertama rombongan Cortes. Ada yang menyebut di daerah Veracruz, Cozumal, Cabo Catoche, Yucatan, dan lainnya.

Setelah mengkolonisasi daerah yang menjadi pendaratan pertama, pasukan Cortes kemudian bergeser ke Tabasco. Mereka memulai pertempuran dengan penduduk lokal pada 25 Maret 1519 di lembah Cintla.

Kekuatan tak seimbang, penduduk asli kesulitan membasmi pasukan Spanyol yang bersenjata dan berseragam besi itu. Sebanyak 800 orang Tabasco terbunuh dan hanya berbalas dua orang Spanyol yang mati. Orang Tabasco menyerah dan bersumpah setia kepada Spanyol. Salah satu kepala suku memberi Cortes seorang budak wanita bernama Malinche yang kemudian dinikahinya.

Cortes memanfaatkan Malinche sebagai pemandu lokal sekaligus penerjemah bahasa. Malinche yang fasih bahasa Aztec dan Maya belajar bahasa Spanyol. Wilayah Tlaxcala jadi target berikutnya. Diketahui bahwa daerah tersebut dalam pengaruh kekuasaan kerajaan Aztec.

Meski kerajaan Aztec punya pengaruh dan kekuatan besar di Meksiko, tak semua daerah Meksiko sepenuhnya tunduk atau suka. Tokoh lokal Tlaxcala bernama Xicotenga adalah salah satunya. Mereka berkongsi dan menggabungkan kekuatan untuk pergi menuju ibukota kerajaan Aztec di Tenochtitlan.

Niatan Cortes yang hendak menaklukkan kerajaan besar Aztec tak sepenuhnya didukung para prajuritnya. Mereka melihat bahwa Cortes makin jauh melangkah mengabaikan instruksi Velázquez di Kuba. Mengetahui hal tersebut, Cortes menghancurkan seluruh kapal guna memastikan mereka tak pergi meninggalkan barisan. Langkah ini berhasil. Para prajurit meneruskan perjalanan bersama Cortes ke Tenochtitlan.

Rombongan Cortes tiba di Tenochtitlán pada 8 November 1519 setelah menghabiskan tiga bulan karena sulitnya medan. Tampaknya kedatangan Cortes bertepatan dengan sebuah ramalan kepercayaan Aztec tentang adanya dewa berkulit putih yang datang dari timur. Inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa Raja Montezuma menyambut kedatangan Cortes dengan limpahan hadiah dan mengajak tur ke seantero istana Aztec.

Penyambutan gila-gilaan orang Spanyol di tanah Aztec rupanya memicu kekacauan di kalangan masyarakat setempat. Keadaan makin runyam manakala Cortes langsung menyandera Montezuma dan menuntut uang tebusan yang besar kepada bangsa Aztec. Sedangkan pasukan Spanyol dikerahkan untuk menguasai kota Tenochtitlan. Malang, Montezuma meregang nyawa di tangan bangsanya sendiri setelah dirajam batu.

Masih dalam suasana pertempuran, seperti diungkap Buddy Levy dalam Conquistador: Hernan Cortes, King Montezuma, and the Last Stand of the Aztecs (2008), Velázquez menerjunkan pasukan untuk menangkap Cortes pada April 1520 karena dianggap telah melanggar perintah. Cortes memberikan perlawanan kepada pasukan Velázquez dan berhasil mengalahkan mereka. Ia kembali ke Tenochtitlan dengan keadaan orang-orang Aztec hendak memberontak kepada Spanyol dan mengusir keluar.

Cortes tak hilang akal. Ia mulai mengkonsolidasi kekuatan dengan cara menguasai daerah-daerah pinggiran Tenochtitlan dan mendapatkan sekutu. Dengan kekuatan besar ini, Cortes menyerbu Tenochtitlan kembali dan berhasil menguasai kota pada Agustus 1521 setelah tiga bulan pengepungan.

Setelah kemenangan, sebuah pemukiman baru bernama Mexico City berdiri di atas reruntuhan kerajaan Aztec. Cortes hendak menegaskan bagaimana ia bisa menaklukkan peradaban Aztec dan merebut Meksiko di bawah kendalinya. Sesuatu yang sudah ia impikan sejak di Spanyol.

Ambisi Cortes menyebabkan praktik kekejaman besar kepada penduduk pribumi Meksiko. Peradaban Aztec yang eksis sejak tahun 1300, menguasai sekitar 80.000 mil persegi, dan berisi 15 juta orang harus berakhir di tangan orang Spanyol.

Sebuah wabah mematikan yang menyerang pada tahun 1545 juga turut mempercepat berakhirnya era masyarakat Aztec karena merenggut nyawa jutaan orang dalam waktu lima tahun.

Pada puncak penaklukan Spanyol, deretan daerah jajahan ini diberi nama Spanyol Baru. Wilayahnya meliputi Meksiko, Amerika Tengah, Amerika Serikat Barat Daya dan Selatan, Hindia Barat Spanyol, Florida Spanyol, Filipina, dan beberapa pulau-pulau di Pasifik.

infografik mozaik hernan cortes

Akhir Perjalanan Cortes

Cortes sempat diberi jabatan sebagai Gubernur Jenderal untuk Spanyol Baru pada 1523. Jabatan ini merupakan suatu kehormatan besar dan puncak dari karier seorang penakluk (conquistador). Tetapi pemerintah Spanyol khawatir bahwa Cortes akan menjadi orang yang terlampau kuat.

Jabatan Gubernur Jenderal dilucuti setelah ia pulang dari ekspedisi ke Honduras pada 1524. Cortes menyempatkan pulang ke Spanyol pada 1528. Ia menghadap raja Charles V selaku penguasa Kerajaan Spanyol saat itu, memohon agar mandat jabatannya dikembalikan lagi. Permintaan Cortes hanya berakhir pada jabatan kapten jenderal, tidak lebih.

Saat kembali ke Meksiko pada 1530, ia tak lagi menjadi orang kuat. Pengaruhnya terbatas dan aktivitasnya dipantau. Setelah sempat melanjutkan ekspedisi penjelajahannya ke Amerika Tengah, ia akhirnya pulang kampung pada 1540 dengan memendam rasa kecewa. Ia lalu memutuskan pensiun dari dunia penjelajahan yang berujung pada kolonialisme itu.

Di sebuah perkebunan dekat Sevilla, Cortes mengembuskan napas terakhir pada 2 Desember 1547 akibat penyakit paru-paru yang menggerogotinya.

Baca juga artikel terkait KOLONIALISME atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Humaniora
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Ivan Aulia Ahsan