tirto.id - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri atas nama terlapor Panji Gumilang, pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun.
"SPDP ini terkait dugaan penodaan/penistaan agama yang dianut di Indonesia dan/atau menyiarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Kamis, 13 Juli 2023.
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016," kata Ketut.
Sementara, penyidik Bareskrim masih mendalami perkara ini. Polisi pun telah meminta keterangan Panji Gumilang, pada 3 Juli 2023, sekira 9,5 jam pemeriksaan. Selain urusan dugaan penistaan agama, penyidik juga mulai mengusut dugaan pencucian uang yang terjadi di Al Zaytun.
Teranyar, Kamis (14/77/2023) kemarin Bareskrim meminta keterangan sejumlah saksi ahli dari Kementerian Agama, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Penyidik juga meminta keterangan dari ahli informasi dan teknologi serta ahli sosiologi.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri sedang mendalami dugaan TPPU di ponpes tersebut setelah menerima laporan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Terkait dugaan penistaan agama, Bareskrim Polri menerima dua laporan polisi terhadap pimpinan Ponpes Al-Zaytun Panji Gumilang, yakni laporan dari Forum Pembela Pancasila (FAPP) pada Jumat (23/6) dan dari Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan pada Selasa (27/6).
Ajaran Islam yang diduga menyimpang dalam ponpes tersebut seperti:
1. Pihak Al Zaytun menarik iuran paksa dengan dalih infak dan menjadikan surat At Taubah ayat 103 sebagai dasar. Infak tersebut ditarifkan dengan nominal Rp12 miliar untuk yang tinggal di desa maju dan Rp5 miliar untuk desa tertinggal. Jika tidak mampu membayar, pihak pesantren Al menawarkan cara lain untuk melunasi infak yakni dengan menjual anak kandung atau menjual diri.
2. Mengubah ketentuan ibadah haji dan melempar jumrah. Pihak Al Zaytun mengatakan menunaikan haji bisa dilaksanakan di lahan pesantren, dengan mengelilingi lahan 1.200 hektare milik pesantren memakai mobil.
3. Pimpinan pesantren mengubah syahadat "Tiada Tuhan selain Allah" menjadi "Tiada negara selain negara Islam". Mereka pun mengklaim negara di luar Islam adalah negara kafir.
3. Mencampurkan jemaah laki-laki dan perempuan dalam satu saf salat Idulfitri.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto