tirto.id - Kantor Staf Kepresidenan mengklaim kebijakan baru pemerintah dalam polemik kelangkaan minyak goreng membuat pemerintah lebih mudah dalam memonitor stok minyak goreng, khususnnya minyak goreng curah.
"Dengan kebijakan yang baru, rentang kendali, rentang pengawasan menjadi lebih spesifik yaitu hanya untuk minyak goreng curah," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Edy Priyono dalam keterangan, Jumat (18/3/2022).
Edy beralasan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Satgas Pangan juga mudah bekerja karena bisa lebih mudah berkoordinasi dalam memastikan ketersediaan minyak goreng.
Selain itu, pemerintah juga lebih mudah memonitor kecukupan pasokan dan distribusi minyak goreng di pasar tradisional. Pemerintah juga lebih mudah dalam memonitor harga minyak goreng curah sesuai harga eceran tertinggi (HET).
"Ini juga saya tidak bilang mudah tetapi ini saya kira menjadi tantangan yang akan dijawab oleh pemerintah untuk mengawasi dan karena memang kuncinya di situ. Kami tidak ingin terulang seperti sebelumnya di mana minyak goreng dipatok harganya menjadi lebih murah dengan HET tapi barangnya menjadi langka," kata Edy.
Pemerintah resmi mengubah kebijakan minyak goreng dalam menghadapi kelangkaan minyak goreng. Pemerintah mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk minyak goreng.
Pemerintah hanya mengatur harga minyak goreng curah dengan harga maksimal Rp14 ribu sementara harga minyak goreng kemasan dikembalikan ke mekanisme pasar.
Edy menuturkan kebijakan diberlakukan agar masyarakat bisa memilih minyak goreng sesuai kebutuhan masyarakat. Bila ingin minyak goreng curah, masyarakat bisa membelinya di pasar tradisional.
"Nah kalau menginginkan minyak goreng kemasan ya tentu saja bisa baik di pasar tradisional maupun di pasar modern tetapi harganya dilepas ke harga keekonomian," tutur Edy.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto