tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan petinggi PT Mugi Rekso Abadi (PT MRA), Soetikno Soedarjo. KPK juga memanggil mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Mereka dipanggil sebagai tersangka untuk kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Garuda Indonesia.
Dalam kasus ini, Soetikno berperan sebagai penyuap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (7/8/2019).
Di sisi lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan bahwa dalam pemeriksaan Emirsyah, KPK mengonfirmasi temuan baru tentang dugaan aliran dana lintas negara. Aliran dana tersebut diduga terkait dengan tersangka Emirsyah.
"Dalam beberapa waktu belakangan KPK menemukan adanya dugaan penggunaan puluhan rekening bank di luar negeri terkait perkara ini. Pemeriksaan terhadap tersangka akan dilakukan kembali minggu depan. Dan dalam dua minggu ini KPK telah mengagendakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi untuk kepentingan penelusuran aliran dana dan dokumen lain yang relevan," jelas Febri dalam rilis tertulis pada Rabu (10/7/2019) malam.
Penyidikan kasus korupsi Garuda berawal saat KPK melakukan penelusuran pada tahun 2016. Untuk membuka kasus ini KPK melibatkan Serious Fraud Office (SFO) Inggris (atau KPK Inggris) dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB/KPK Singapura).
Setelah dilakukan penyelidikan bersama, KPK mulai menggeledah sejumlah tempat seperti rumah Emir di Jakarta Selatan serta kantor Soetikno di Wisma MRA daerah Jakarta Selatan.
Emirsyah merupakan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Saat ini Emirsyah berstatus tersangka di KPK. Dia diduga menerima suap dari beneficial owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.
KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan USD 180 ribu atau setara Rp 20 miliar. Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai USD 2 juta yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Emir disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Tipikor (UU 31/1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 sementara Soetikno dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri