tirto.id - Pengacara Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah, Luhut Pangaribuan, menyangkal pernyataan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait adanya puluhan rekening rekening milik kliennya di luar negeri.
"Kalau Emir cuma satu [rekeningnya]" kata Luhut saat ditemui di Indonesian Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, pada Selasa (30/7/2019).
Sebelumnya, KPK mendeteksi ada temuan baru tentang dugaan aliran dana lintas negara. Aliran dana tersebut diduga terkait dengan tersangka.
Luhut memastikan aliran dana yang diterima oleh Emirsyah hanya lewat satu rekening dalam kasus suap pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.
"Itu dari luar negeri kan dari Singapura. Itu rekening di Singapura," ujar Luhut.
Dengan itu, Luhut menyangkal pernyataan KPK yang menyampaikan bahwa aliran dana tersebut mengalir dalam puluhan rekening di luar negeri.
"Salah dia [KPK] mungkin rekeningnya SS [Soetikno Soedarjo, penyuap Emirsyah] kali, kalau [Emir] cuma satu. Itu pun dulu ketika dia waktu mau beli apartemen di Singapura dan itu pun sudah disita apartemennya itu," kata Luhut.
Penyidikan kasus korupsi Garuda berawal saat KPK melakukan penelusuran pada tahun 2016. Untuk membuka kasus ini KPK melibatkan Serious Fraud Office (SFO) Inggris (atau KPK Inggris) dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB/KPK Singapura).
Setelah dilakukan penyelidikan bersama, KPK mulai menggeledah sejumlah tempat seperti rumah Emir di Jakarta Selatan serta kantor Soetikno di Wisma MRA daerah Jakarta Selatan.
Emirsyah merupakan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Saat ini Emirsyah berstatus tersangka di KPK.
Dia diduga menerima suap dari beneficial ownerConnaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.
KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan USD 180 ribu atau setara Rp20 miliar. Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai USD 2 juta yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Emir disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Tipikor (UU 31/1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 sementara Soetikno dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali