Menuju konten utama

Kasus Sabu Palsu, ISESS: Jika Bukan Narkoba, Harus Dibebaskan

Penerapan pasal narkotika juga tidak tepat karena tuntutan tidak berdasarkan barang bukti.

Kasus Sabu Palsu, ISESS: Jika Bukan Narkoba, Harus Dibebaskan
Ilustrasis sabu. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpendapat kalau DZ dan SWP, penjual sabu palsu yang ditangkap 24 Januari lalu terbukti bukan memperjualbelikan narkoba, maka mereka harus dibebaskan.

“Harus dilihat dari kesalahan polisi sendiri dalam penyelidikan sehingga tidak mendapat data yang akurat saat melakukan penangkapan. Kasus salah tangkap sudah ribuan kali. Kalau bukti-bukti tidak ada, jangan memaksa menetapkan tersangka,” kata dia kepada Tirto, Kamis (3/2/2022).

Dalam kasus pemalsuan sabu ini, siapa pihak yang dirugikan dan apakah pengguna sabu turut melaporkan perkara. Jika ada, maka si pelapor juga semestinya ditangkap karena ia pun sebagai pengguna.

“Fakta hukumnya, tidak ada pelapor yang dirugikan. Jadi alasan polisi menangkap itu gugur dengan sendirinya,” sambung dia. Penerapan pasal narkotika juga tidak tepat karena tuntutan tidak berdasarkan barang bukti.

Pada 24 Januari 2022, polisi menangkap DZ (40) dan SWP (24), pukul 16, di Jalan Halat, Kelurahan Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, Kota Medan atas dugaan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli dan/atau membawa, mengirim, mengangkut dan/atau memiliki, menyimpan metamfetamin.

Pada hari itu, polisi mendapatkan informasi adanya peredaran narkotika jenis sabu. Lantas Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Medan segera menindaklanjuti dengan operasi penyamaran sebagai pembeli. Kemudian si ‘pembeli’ menghampiri rumah DZ dan SWP.

“Selanjutnya DZ mengeluarkan tas hitam yang di dalamnya terdapat tiga bungkus teh cina, di dalam (bungkus teh) berisikan sabu. Melihat bungkusan tersebut, langsung dilakukan penangkapan terhadap tersangka,” kata Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyudi, Rabu (2/2/2022).

Polisi menyita bungkusan itu untuk menganalisis apakah benar barang itu adalah sabu, pihak Laboratorium Forensik Polda Sumatera Utara bakal memastikannya.

“Hasil tes awal terhadap barang bukti, hasilnya negatif narkotika. Pengakuan tersangka bahwa barang bukti adalah garam yang dikemas menyerupai narkotika jenis sabu,” sambung Hadi. DZ dan SWP telah empat kali melancarkan modusnya.

Desember 2021, penjualan pertama, pembeli harus merogoh Rp500 ribu, isinya adalah 1 gram gula batu; penjualan kedua, mereka menjual 2 gram gula batu senilai Rp700 ribu. Januari 2022, penjualan ketiga, 0,5 ons gula batu berhasil dijual seharga Rp2 juta.

“Hingga tertangkap saat ini dengan barang bukti 3.000 gram, dengan bahan yang digunakan adalah garam,” imbuh Hadi. DZ dan SWP meyakinkan calon pembeli dengan menawarkan harga yang lebih murah, sehingga para calon pembeli tergiur. Usai kesepakatan, mereka menyiapkan gula batu dan garam sebagai pengganti sabu. Modus penggantian isi paket ini merupakan suruhan BAY alias Siwa, bos DZ dan SWP.

Kedua pria ini jadi tersangka dan dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup; minimal 6 tahun penjara dan maksimal 20 tahun kurungan. Meski menjual sabu palsu hasil tes urine DZ dan SWP positif mengandung zat narkotika, maka keduanya akan direhabilitasi.

Baca juga artikel terkait KASUS NARKOBA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri