Menuju konten utama

Karut-marut KPK Membuat Seleksi Pimpinan & Dewas Minim Peminat?

Menurut peneliti ICW, minimnya minat publik adalah imbas kinerja Pansel tahun 2019 yang memilih orang-orang tak berintegritas dan upaya revisi UU KPK.

Karut-marut KPK Membuat Seleksi Pimpinan & Dewas Minim Peminat?
Pekerja membersihkan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Berdasarkan Transparency International skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 di angka 43 dengan peringkat 115 atau merosot dari tahun sebelumnya di peringkat 110. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

tirto.id - Pendaftaran kandidat calon Pimpinan maupun calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK resmi dibuka. Panitia seleksi (pansel) mencatat ratusan orang telah membuat akun pendaftaran. Namun, pendaftar masih di angka belasan.

Mengutip data dari Wakil Ketua Pansel KPK, Arief Satria, mereka yang mendaftarkan akun mencapai 318. Namun, jumlah pendaftar Capim hanya 10 orang, sementara Dewas sebanyak 16 orang per 1 Juli 2024 pukul 10.00 WIB.

Ketua Pansel KPK, M. Yusuf Ateh, menilai wajar jika pendaftar yang mengunggah dokumen hingga dinyatakan lengkap baru 10 orang untuk Capim dan 16 orang untuk Dewas karena proses pendaftaran baru dibuka.

"Kan baru mulai,” kata Ateh di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (1/7/2024).

Sebagai catatan, pendaftaran calon Pimpinan maupun Dewas KPK dilakukan sejak 26 Juni hingga 15 Juli 2024 lewat laman https://apel.setneg.go.id/. Setelah membuat akun, para pendaftar perlu mengunggah sejumlah dokumen untuk diverifikasi sebagai penentu untuk lolos ke tahap berikutnya.

Menurut Ateh, ia tidak tahu apakah pimpinen KPK periode sebelumnya akan mendaftar kembali atau tidak. Namun ia yakin pendaftar calon Pimpinan maupun Dewas KPK periode ini tidak akan sedikit.

"Pokoknya tunggu aja. Percayalah," kata Ateh.

Sebagai pembanding, para pendaftar calon Pimpinan KPK di masa lalu cukup banyak. Pada periode 2019-2024, ratusan orang tercatat mendaftar ikut seleksi.

Mengutip Antara, setidaknya ada 104 kandidat yang lolos seleksi kompetensi kala itu. Mereka berasal dari unsur Polri (9 orang), pensiunan Polri (3 orang), hakim (7 orang), mantan hakim (2 orang), jaksa (4 orang), pensiunan jaksa (2 orang), advokat (11 orang), auditor (4 orang), unsur KPK (14 orang), Komisi Kejaksaan/Komisi Kepolisian Nasional (3 orang), PNS (10 orang), pensiunan PNS (3 orang) dan lain-lain (13 orang).

RDP bahas dinamika pengawasan internal KPK

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah) bersama anggota Dewas KPK Albertina Ho (kiri) dan Harjono (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR terkait pelaksanaan fungsi pengawasan internal KPK di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

Sementara itu, kehadiran Dewan Pengawas KPK adalah yang pertama kalinya. Kala itu, Presiden Jokowi menunjuk 5 orang anggota Dewas dan mengangkat mereka sebagai Dewas KPK angkatan pertama.

Mereka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai ketua, lalu Harjono, Albertina Ho, Artidjo Alkostar, dan Syamsudin Haris sebagai anggota. Artidjo yang meninggal dunia pada 28 Februari 2021 lalu digantikan oleh ahli hukum dari UI, Indrianto Seno Adji.

Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman, enggan menanggapi apakah jumlah pendaftar calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK sedikit atau sebaliknya. Ia beralasan, proses pendaftaran masih belum selesai. Akan tetapi Zaenur mendorong agar pansel melakukan sosialisasi masif untuk menarik minat publik ikut seleksi calon Pimpinan dan Dewas KPK.

"Pansel harus bekerja sama dengan unsur-unsur masyarakat sipil, untuk menyampaikan urgensi bagi para putra-putri terbaik bangsa untuk segera mendaftar sebagai calon Pimpinan maupun Dewan Pengawas KPK," kata Zaenur, Senin.

Menurutnya, Dewas KPK bisa membuat diskusi maupun seminar soal kondisi, tantangan, hingga postur kebutuhan KPK di masa depan. Hal itu dilakukan untuk mencari bentuk terbaik lembaga antirasuah di masa yang akan datang.

Sementara itu, soal kriteria Pimpinan maupun Dewas KPK, Zaenur mengingatkan pansel agar selalu mengacu pada aturan tentang Pimpinan maupun Dewas sebagaimana diatur dalam UU KPK. Namun, secara pribadi, ia mengaku ada sejumlah kriteria khusus.

Pertama, kandidat harus berintegritas, tidak punya cacat etik, cacat pidana, dan seterusnya. Kemudian mereka harus profesional di bidang hukum atau ekonomi dan keuangan dengan bukti rekam jejak yang baik.

"Yang ketiga adalah yang independen. Pimpinan KPK itu tidak boleh orang yang terhubung dengan kepentingan-kepentingan politik, atau juga dengan kepentingan-kepentingan lainnya, yang itu bisa saja misalnya berasal dari lembaga asalnya, gitu," kata Zaenur.

Oleh karena itu, Zaenur menekankan integritas sebagai poin utama. Ia mengingatkan bahwa masalah integritas paling penting saat ini.

"Berintegritas itu harga mati, melihat pengalaman lima tahun terakhir di mana banyak pimpinan KPK tersangkut kasus pidana dan kasus etik, maka ke depan integritas itu harga mati, itu yang paling utama. Pansel jangan sekali-kali memilih orang yang cacat integritas," ungkapnya.

PIMPINAN KPK BERTEMU PIMPINAN KOMISI III DPR

Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Ketua Komisi III DPR Herman Hery (kedua kiri) dan Wakil Ketua Adies Kadir (ketiga kanan) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

Menurut Zaenur, kinerja pansel baru terlihat baik atau tidak sesuai proses kerja. Ia melihat kinerja dari posisi pansel yang mendengar masukan publik hingga catatan kandidat dalam proses seleksi.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, justru menilai minimnya minat publik untuk mendaftar adalah imbas kinerja Pansel 2019 lalu yang memilih orang-orang yang integritasnya payah ditambah upaya revisi UU KPK.

"Kami meyakini figur-figur potensial yang memiliki rekam jejak panjang pada isu pemberantasan korupsi masih trauma dengan peristiwa pelemahan KPK tahun 2019 lalu. Kala itu masyarakat dikelabui dengan janji manis dari pemerintah dan DPR tentang KPK yang ternyata berujung pada penggembosan lembaga tersebut, baik melalui Revisi UU KPK maupun pemilihan Pimpinan KPK," kata Kurnia, Senin.

Menurutnya, KPK berada di titik nadir akibat serangkaian kejadian di tubuh lembaga antirasuah tersebur.

Pertama, revisi UU KPK yang dinilai melemahkan peran KPK. Kemudian serangkaian aksi beruntun mulai pemilihan Pemimpin KPK minim integritas seperti Firli Bahuri yang terlibat korupsi dan hidup mewah, Alexander Marwata dan Nurul Ghufron yang tersandung dugaan penyalahgunaan kekuasaan di Kementan, Lili Pintauli Siregar yang diduga meminta gratifikasi tiket MotoGP dan bermain perkara dugaan korupsi Kota Tanjung Balai, hingga dugaan pelanggaran etik Johanis Tanak bertemu dengan pihak beperkara di masa lalu.

Selain itu, para pendaftar juga sudah enggan menaruh kepercayaan pada komitmen antikorupsi Presiden Joko Widodo. Hal ini ditambah dengan ketidakpastian nasib KPK mendatang pada era pemerintahan baru.

Oleh sebab itu, ICW mendorong agar Panitia Seleksi lebih gencar bekerja untuk meminta masyarakat yang memenuhi syarat sebagai Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK agar mendaftar.

"Pada bagian lain, kami juga berharap Presiden Jokowi berbicara untuk menjamin serta menggaransi bahwa proses seleksi kali ini tidak akan lagi mengulangi kesalahan Periode 2019 lalu," kata Kurnia.

Baca juga artikel terkait PANSEL KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irfan Teguh Pribadi