Menuju konten utama

Tak Satu Suara, Apakah Partai-Partai KIM Pisah Jalan di Pilkada?

Perbedaan partai-partai KIM di daerah adalah hal wajar lantaran dinamika yang berbeda dari pusat.

Tak Satu Suara, Apakah Partai-Partai KIM Pisah Jalan di Pilkada?
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kempat kiri) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (ketiga kanan), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (ketiga kiri), Ketua Umum Partai Glora Anis Matta (kedua kiri), Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra (kedua kanan), Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono (kiri), Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana (kanan) melakukan konfrensi pers usai menggelar pertemuan tertutup di Kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta, Jumat (13/10/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Koalisi Indonesia Maju (KIM) berpotensi jalan sendiri-sendiri dalam pilkada beberapa provinsi, di antaranya Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Meski satu jalan di Pilkada Sumatera Utara dan Jawa Timur, Gerindra dan Golkar memilih mengusung calonnya masing-masing di Banten.

Gerindra mendorong pasangan Andra Soni dan Ahmad Dimyati Natakusuma, sementara Golkar berencana mendukung Airin Rachmi Diani.

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, membenarkan bahwa partainya telah menyatakan dukungan untuk pasangan Andra Soni-Ahmad Dimyati Natakusuma. Selain itu, Muzani mengatakan bahwa Gerindra akan mendorong kader mereka sendiri di Pilkada Jabar, meski Golkar akan mengusung Ridwan Kamil.

"Insyaallah kader Gerindra," kata Muzani di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Sementara itu, Gerindra masih mempertimbangkan nama Ketua DPD Partai Gerindra, Sudaryono, untuk berlaga di Pilkada Jateng. Meski demikian, Gerindra juga masih mempertimbangkan Ahmad Luthfi yang kini mulai dipertimbangkan oleh anggota KIM lain, di antaranya Golkar dan PAN.

Di luar itu, Muzani enggan menanggapi kabar bahwa KIM akan berpisah jalan di beberapa daerah. Dia mengaku partai-partai anggota KIM masih melakukan pembahasan terkait penentuan kandidat bersama di Jakarta, Jabar, dan Jateng.

"Nanti akan dibicarakan dengan para elite partai KIM," kata Muzani.

Sementara itu, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menegaskan bahwa KIM tetap solid dalam menghadapi Pilkada 2024 mendatang. Menurutnya, partai-partai KIM berharap akan bisa terus sejalan, baik di pusat maupun di daerah.

Akan tetapi, masing-masing partai juga menyadari akan kemungkinan beda jalan dalam pengusungan kandidat.

"KIM senantiasa solid. Ikhtiar yang dibangun agar bisa linear antara koalisi Pilpres dan Pilkada terus dijalankan. Namun pun demikian, semuanya menyadari konfigurasi politik di pusat dengan di daerah tentu saja berbeda," kata Kamhar, Jumat.

Kamhar mengakui situasi politik di daerah masih amat dinamis. Dia pun menilai wajar jika proses politik mengalami dinamika dan baru bisa mencapai kesepakatan menjelang tenggat pencalonan.

Namun, Kamhar menegaskan bahwa adanya dinamika pilkada tidak berarti di pusat mengalami perpecahan.

"Perlu kami tegaskan bahwa dinamika di pilkada tak bisa dijadikan sebagai cerminan relasi yang terbangun di pusat. Semuanya menyadari ini adalah dua hal yang berbeda, meskipun memiliki kaitan erat. Kita semua mengikhtiarkan sebanyak mungkin yang linear, namun juga menyadari tak mungkin semuanya bisa linear," kata Kamhar.

Kalkulasi Sesuai Situasi Daerah

Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai wajar jika partai-partai KIM mulai mengambil sikap masing-masing untuk menghadapi Pilkada 2024. Menurutnya, hal itu tidak lepas dari kalkulasi politik untuk mengamankan kemenangan di Pilkada 2029 maupun Pileg 2029 mendatang.

"Artinya, dengan mengamankan pilkada bagi parpol yang masing-masing mengusung calon, apakah itu cagub, pilkada daerah kabupaten kota, tentu juga akan menguntungkan partainya untuk mempersiapkan basis politik 2029. Makanya kalau misalnya kepentingan KIM itu terbelah mungkin-mungkin saja," kata Arifki, Jumat.

Arifki mencontohkan Golkar yang mendorong Ridwan Kamil di Jabar demi menjadikan daerah Priangan dan sekitarnya sebagai basis suaranya. Ketika Ridwan Kamil didorong ke Jakarta, peluang Partai Beringin untuk menguasai suara di Jabar tentu berkurang.

Hal yang sama juga dilakukan Gerindra dengan mengusung Andra Soni di Banten. Gerindra tentu ingin menambah pundi-pundi suara di Banten, meski KIM punya Airin yang merupakan kader Golkar.

Partai besutan Prabowo itu juga berkepentingan untuk mengambil kekuasaan di daerah demi memastikan daerah tunduk pada pemerintahan baru nantinya. Alhasil, Gerindra kemungkinan juga akan melobi partai-partai lain di luar KIM untuk memenuhi syarat pengusungan kandidatnya.

Di sisi lain, upaya partai-partai KIM untuk membangun koalisi juga bisa ditafsirkan sebagai upaya menjaga pengaruh. Arifki menilai wajar partai tidak mementingkan koalisi nasional jika memiliki figur kuat di daerah. Semua demi memastikan kepentingan partai di masa depan terjaga.

"Tentu, parpol mereka juga akan menghitung bahwa kalau saya harus mengikuti irama KIM sedangkan kader saya punya ruang yang terbaik secara popularitas maupun elektabilitas, rugi bagi parpol," kata Arifki.

Menurut Arifki, partai mana pun pasti mencari kemungkinan menang terbesar. Karenanya, di daerah yang bukan basis KIM, salah satu partai KIM mungkin lebih memilih pisah jalan dan berkoalisi dengan partai pemenang. Di Sumatra Barat, Jabar, dan Nusa Tenggara Barat, misalnya, salah satu partai KIM bisa saja merapat ke PKS yang menguasai suara daripada bersitetap dalam koalisi.

Perpisahan jalan partai KIM tidak lepas pula dari upaya menaikkan tawaran politik ke pemerintahan baru. Mereka tengah meningkatkan nilai tawar sebagai penguasa daerah agar pemerintahan Prabowo-Gibran dapat berjalan di daerah. Penguasaan daerah bisa menjadi alat tawar ke pemerintahan baru dan upaya itu bisa diambil tanpa harus bersama partai-partai KIM.

"Karena pemerintahan baru tanpa kekuatan politik pemenang di daerah juga akan merugikan. Karena, jarak pilkada dengan pilpres yang dekat," kata Arifki.

Pendapat serupa juga diutarakan oleh analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro. Menurutnya, wajar belaka jika partai-partai KIM mulai berpisah jalan jelang pendaftaran kandidat pilkada. Langkah itu adalah upaya untuk mencegah efek negatif di level daerah.

"Memang Koalisi Indonesia Maju didesain untuk pilpres, bukan untuk pilkada. Kalau dipaksa ke pilkada, maka kontraksi-kontraksi politiknya, seperti disharmoni, perpecahan koalisi, dan seterusnya. Jadi, ini memang lumrah," kata Agung.

Agung menilai bahwa setiap daerah memiliki kultur politik masing-masing. Dia mencontohkan ada daerah di mana Golkar kuat atau ada Gerindra unggul di daerah lain.

Oleh karena itu, kekhawatiran akan adanya gesekan yang berujung pada gangguan di daerah sebaiknya tidak terjadi dan partai KIM sebaiknya berpisah. Bagi Agung, itu adalah hal wajar secara politik. Agung malah menilai perbedaan pandangan akan membuat situasi politik 2029 cair.

Agung menyarankan agar partai-partai KIM tidak memaksakan koalisinya diberlakukan secara rigid hingga ke daerah. Menurutnya, publik juga ingin agar kearifan lokal maupun tokoh lokal dapat bertanding di pilkada. Dia mengingatkan pula bahwa desain pemerintahan saat ini berbasis desentralisasi serta otonomi daerah dan bukan sentralisasi.

Agung pun optimistis perbedaan sikap KIM di pilkada tidak akan membuat KIM pecah. Dia mengatakan bahwa pemerintah daerah tetap akan tunduk pada pemerintah pusat karena ada fasilitas pemerintah pusat yang dinikmati daerah, seperti dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

"Ya pasti daerah merapat ke pusat karena dana dari sana semua kok. Jadi, kalau misalkan menurut saya harus semuanya sama KIM, menurut saya itu terlalu berlebihan juga," kata Agung.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fadrik Aziz Firdausi