tirto.id - Berbahagialah Chelsea Islan dan Dian Satro yang diberkati dengan wajah mulus bebas jerawat. Sebab di banyak belahan dunia, ada banyak perempuan—juga laki-laki—tak mendapat anugerah sebesar itu. Wajah mereka ditumbuhi jerawat, penyakit kulit yang tidak hanya memalukan, tetapi juga menyebabkan kematian.
Menurut Medlineplus jerawat terbentuk ketika pori-pori di kulit wajah, leher, punggung, bahu, dan dada tersumbat. Penyumbatan ini mengakibatkan infeksi pada kulit dan menimbulkan benjolan. Jika dipencet akan keluar semacam lemak putih bercampur darah dan nanah.
Jerawat bisa menghinggapi siapapun, tetapi biasanya paling sering menimpa remaja. Perubahan hormon pada remaja sering disebut sebagai salah satu pemicu munculnya jerawat di usia remaja. Meski demikian, penyebab pasti jerawat memang sangat beragam. Satu orang bisa berbeda dengan yang lainnya.
Karena penyebab yang beragam, akhirnya muncul beragam mitos tentang jerawat. Ada yang menuding coklat dan makanan berminyak sebagai penyebabnya. Padahal kenyataannya, hanya ada sedikit bukti bahwa makanan berpengaruh banyak pada jerawat pada kebanyakan orang.
Mitos lain menyebutkan kulit kotor menyebabkan jerawat. Namun, komedo dan jerawat tidak disebabkan oleh kotoran. Stres juga tidak menyebabkan jerawat. Semua faktor itu hanya membuat keadaan jauh lebih buruk, demikian Medlineplus menyebut.
Klinik Kecantikan Menjamur
Jerawat yang membandel dan membuat kesal ini ternyata menginspirasi para pebisnis. Klinik-klinik perawatan wajah bermunculan, terutama di kota-kota besar untuk meredam kegalauan mereka yang berjerawat, sekaligus yang ingin tampil jelita dan rupawan.
Salah satu yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah London Beauty Center (LBC). Klinik ini dibangun oleh dokter kulit dr Anton Yuwono dan istrinya pada 19 Juli 1998 silam, LBC merupakan sebuah tempat tempat perawatan kecantikan yang memadukan estetika dan medis di Yogyakarta.
Klinik ini cukup laris. Segmen pelanggannya antara lain mahasiswi-mahasiswi di Yogyakarta. Data dari penelitian mahasiswi UNY Sanda Amida Dike Rosica menyebutkan, rata-rata pengunjung LBC di Yogyakarta pada periode Januari-Oktober 2015 mencapai 2.844 orang per bulan. Sementara penelusuran tirto.id tarif LBC pada tahun itu sekitar Rp180 ribu untuk perawatan acne peeling atau facial.
Jumlah pelanggan dan tarif ini setidaknya bisa menjawab pertanyaan mengapa LBC sampai tahun ini bisa memiliki 41 cabang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.
Lain LBC, lain pula Natasha Skin Care (NSC). NSC di tahun ini bahkan sudah memiliki 81 cabang di Indonesia plus dua di luar negeri yakni di Singapura dan Kuala Lumpur, Malaysia. Tarifnya pada tahun lalu lebih dari Rp85 ribu untuk perawatan serupa di LBC.
Catatan perkembangan NSC juga tak kalah menarik. SWA tahun lalu bahkan menyebut pemilik NSC, dr. Fredi Setyawan masih terhitung saudara dengan dr Anton Yuwono. NSC juga berdiri pada tahun yang sama, mula-mula di Ponorogo, Jawa Timur kemudian merambah ke Yogyakarta.
Sementara pemain lain, Larissa, yang didirikan R.Ngt.Poedji Lirnawati sejak 1984 mulai mengembangkan usahanya dengan membuat produk kecantikan sendiri pada 1998. Hingga kini mereka mengklaim telah memiliki cabang di Yogyakarta, Solo, Semarang, Klaten, Purwokerto, Tegal, Salatiga, Surabaya, Malang, Kediri, Denpasar, Magelang, Madiun, Sragen, Mojokerto, Kudus, dan Ponorogo.
Ingin Selalu Cantik
Persaingan antar klinik kecantikan ini makin serius. Semakin banyak pelaku baru menjajal bisnis bisnis ini. Ketatnya persaingan ini diakui Presiden Direktur Miracle Aesthetic Clinic, Lanny Juniarti.
"Apalagi, kini masyarakat yang tinggal di iklim tropis terutama di Kota Metropolis seperti Surabaya memiliki cuaca sangat panas, polusi, dan radikal bebas sehingga berdampak buruk bagi kesehatan," katanya kepada Antara.
Menurutnya, dengan kondisi kota seperti itu berbagai masalah wajah sering muncul seperti kulit kusam, flek, warna kulit tidak rata, kerut, dan dehidrasi. "Dari keseluruhan permasalahan wajah, kami catat mayoritas konsumen kami mengeluhkan bahwa wajahnya memiliki jerawat, penuaan dini, dan pigmen kulit wajah tak rata," tambahnya.
Akibat persaingan ini, berbagai macam klinik kecantikan melebarkan bisnis mereka ke kota-kota di mana banyak remaja putri berkumpul. Yogyakarta salah satunya. Jumlah mahasiswa Yogyakarta mencapai 200 ribu lebih, sebut Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) 5 Yogyakarta.
“Kalau di Yogyakarta prinsipnya [klinik kesehatan] makin dekat kampus makin ramai,” kata Yantina Debora, mahasiswi pascasarjana UGM salah satu mantan pelanggan klinik kecantikan.
Analisa Yantina bisa jadi benar. Lokasi klinik kesehatan banyak yang mendekat ke kampus-kampus utama di Yogyakarta. Seperti di Jalan Affandi dan Laksda Adi Sucipto yang menjadi lingkaran lingkungan kampus UGM, UNY, Sanata Dharma, UIN Sunan Kalijaga, dan Atmajaya.
Kepada tirto.id, pekan ini, Mustika Mahasiswi Satra Arab UIN Sunan Kalijaga mengungkapkan ia rajin ke klinik kecantikan minimal satu kali dalam dua minggu. “Rata-rata [untuk perawatan wajah] Rp1 juta per bulan,” kata Tika, demikian mahasiswi asal Belitung ini akrab disapa.
Lain lagi dengan Vivin Indah, mahasiswi STIKES Wirahusada Yogyakarta. Ia rela keluarkan kocek Rp1,2 juta sebulan untuk merawat wajahnya agar tetap putih mulus. Dengan perawatan itu pula ia jauh lebih percaya diri.
“Tentu merasa cantik daripada tidak perawatan,” katanya sembari terkekeh.
“Kalau saya kurang lebih Rp500 sampai Rp1 juta per bulan,”kata Danna Cynthia, pekerja di salah satu media.
Sembari menunjukkan bekas jerawat di wajahnya, Danna menuturkan ia rela mengeluarkan kocek sebesar itu karena perawatan jauh lebih penting ketimbang pengobatan. Ia mengaku di usianya yang baru 26 tahun, perawatan wajah sangat penting agar tetap wajahnya tetap menarik meski sudah berusia matang.
Ungkapan Tika, Vivin, dan Danna memberikan pemahaman lain. Biaya perawatan sebesar itu bisa jadi setara dengan biaya makan di Yogyakarta. Makan dengan menu standar, telur dan sayur di Yogyakarta kini rata-rata Rp10 ribu. Bila kebutuhan makan tiga kali sehari terpenuhi maka biaya yang dikeluarkan kurang lebih sama. Artinya, kenyang dan cantik, kini menjadi kebutuhan primer bagi sebagian (besar) kaum hawa di Yogyakarta.
Itulah barangkali yang menjadi alasan kenapa Larrisa memiliki empat gerai, LBC punya enam gerai, dan Natasha punya jumlah serupa di kota yang hanya seluas 32,8 km persegi ini. Jarak antar gerai satu sama lain juga saling berdekatan, mirip dengan warung burjo yang tetap eksis di tengah gedung-gedung pencakar langit di Yogyakarta. Ini semua karena perempuan ingin cantik.
“Bagi cewek kecantikan itu penting, buat modal,” ujar Danna.
Penulis: Agung DH
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti