tirto.id -
Koordinator Khusus PBB bagi Proses Perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladenov pada Kamis, (24/3/2016), mengatakan bahwa prospek bagi berdirinya Negara Palestina Merdeka semakin mengecil. Hal ini terkait dengan tidak berkurangnya angka kekerasan serta korban yang terus berjatuhan.
"Waktunya sudah tiba untuk membunyikan bel tanda bahaya bahwa penyelesaian dua-negara mulai terlepas dari tangan kita." Mladenov, di dalam penjelasannya kepada Dewan Keamanan, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Jumat, (25/3/2016).
Nickolay mempertanyakan iktikad baik dari politisi Israel dan Palestina untuk mencapai solusi yang selama ini diinginkan oleh masyarakat internasional, yaitu “solusi dua negara” dimana Israel dapat hidup berdampingan dalam damai dengan Negara Palestina Merdeka.
Ia juga menggarisbawahi penyerobotan tanah rakyat Palestina yang terus berlangsung melalui perluasan pemukiman Yahudi di Tepi Barat sungai Jordan, serta pertentangan politik internal di dalam Palestina, sebagai tantangan utama yang menghentikan pembicaraan damai antara kedua belah pihak sejak April 2014.
Macetnya proses perundingan, menurut Nickolay, pada akhirnya memicu gelombang kekerasan antara Israel dan Palestina. Ia menyebutkan bahwa dalam kurun waktu satu bulan terakhir telah terjadi "beberapa peristiwa berdarah dalam gelombang kekerasan" di seluruh Israel dan wilayah pendudukan Tepi Barat. Dalam 6 bulan terakhir, korban tewas yang ditimbulkan oleh rangkaian kekerasan ini mencapai 198 orang Palestina dan 30 orang Yahudi.
Utusan PBB tersebut mengatakan sudah tiba waktunya untuk menyampaikan pengutukan atas kekerasan dan aksi terror semacam itu guna "mengirim pesan yang jelas kepada kedua pihak".
Ia berbicara dengan pejabat Palestina, dan menyampaikan penentangan bagi tindakan yang meracuni pikiran pemuda Palestina, dan mendesak mereka agar tidak mempromosikan kekerasan terhadap Israel di media.
Pada saat yang sama, Mladenov menyeru pihak Israel agar menyadari bahwa sikapnya telah memicu kemarahan di kalangan pemuda Palestina yang merasa mereka secara bersamaan telah dipermalukan, dihukum dan menghadapi diskriminasi.
Ia juga berbicara mengenai penentangan terhadap pemusnahan dan penyerobotan bangunan milik orang Palestina di Tepi Barat, dan penolakan rutin dalam pemberian izin kepada orang Palestina.
(ANT)